Uni Lubis, Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) periode 2018-2021. | Ist

Oleh: Uni Lubis, Ketum FJPI Pusat

Di FJPI kami merayakan persahabatan
“Ini kami sebut sebagai mahkota. Biasa digunakan oleh panglima. Kakak sekarang panglima kami di FJPI,” kata Hidayatillah, jurnalis perempuan dari Merauke, Papua.

Hadiah mahkota dari Fjpers (sebutan anggota FJPI) Papua, Hidayatillah. | Ist

Bersama teman-teman dari Papua yang hadir dalam Kongres I Forum Jurnalis Perempuan Indonesia yang berlangsung di Jakarta Media Center, 16 November 2018, Hida membantu saya memasang topi indah dengan bulu-bulu cantik itu di kepala saya. A dream come true. Sudah lama saya ingin memiliki topi Papua.

Bonusnya, Noken. Tas rajut khas Papua, dengan warna yang cantik pula. Saya terharu. Tersentuh.

Kongres I FJPI menjadi batu pijakan kuat bagi organisasi yang dibentuk hampir 11 tahun lalu di Medan, Sumatera Utara. Saya mengenal para pendirinya, Ranggini, Komariah, Desi Pohan, Khairiah Lubis, Linova Riffianty, dan Saniah LS dari Aceh, lewat pelatihan untuk jurnalis perempuan yang diadakan oleh Dewan Pers, saat saya bertugas di periode kedua sebagai anggota Dewan Pers, 2010-2013.

Selanjutnya adalah komunikasi yang rutin, baik bertemu langsung maupun melalui platform media sosial.

Ketua Dewan Pers saat itu, Prof Bagir Manan, sangat mendukung peningkatan profesionalisme jurnalis perempuan. Tugas saya yang bertanggungjawab untuk divisi pendidikan, pelatihan dan peningkatan profesionalisme jurnalis menjadi lebih mudah.

Sebelumnya, saya sempat kecewa karena dalam pelatihan yang diselenggarakan Dewan Pers, mayoritas yang dikirim oleh organisasi dan perusahaan pers adalah jurnalis laki-laki. Selama 28 tahun jadi jurnalis, saya merasa beruntung atas kesempatan pelatihan dan fellowships yang saya dapatkan, baik di dalam maupun di luar negeri. Saya berharap kesempatan yang sama untuk jurnalis perempuan.

Usai mengikuti Eisenhower Fellowships di AS pada tahun 2011, saya mewakili Dewan Pers menjalin kerjasama pelatihan teknologi informasi untuk jurnalis perempuan, bekerjasama dengan sebuah perusahaan global pengembang IT.

FJPI telah berkembang, dan kini ada di tujuh provinsi. Teman-teman ingin mengembangkan organisasi yang tujuan utamanya adalah meningkatkan profesionalisme jurnalis perempuan.
Saya sebenarnya merasa kurang punya waktu dan energi lagi untuk sibuk mengurusi organisasi yang tengah berkembang. Kesibukan memimpin redaksi IDN Times, sebuah media digital yang menargetkan pembaca millennials dan gen Z sudah memakan habis hampir semua waktu harian saya.

Tetapi saya melihat semangat teman-teman FJPI untuk menjaga nyala api semangat organisasi dan mengembangkannya.

Prof Bagir dan Ketua Dewan Pers Stanley Adi Prasetyo yang hadir saat kongres mendorong saya menerima tanggungjawab itu.

Akhirnya, saya menerima dengan catatan bahwa fokus program FJPI selama 3 tahun ke depan adalah :
– Pengembangan profesionalisme jurnalis perempuan lewat pelatihan dan Uji Kompetensi Wartawan bagi anggotanya
– Mengembangkan cabang (di tingkat provinsi) sedikitnya di 20 provinsi
– Mengembangkan jejaring kerjasama dengan pihak-pihak yang peduli dengan kemerdekaan berekspresi dan kemerdekaan pers, serta profesionalisme jurnalis perempuan, baik di dalam maupun luar negeri.

Saat diminta berbicara usai pemilihan ketua umum, saya meminta teman-teman menjaga dan melaksanakan Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers No 40 Tahun 1999. Ini yang paling minimal. Saya juga menyampaikan hanya mau menjadi Ketua Umum selama satu periode, dan jika tujuan pengembangan organisasi bisa dicapai lebih cepat, saya bersedia digantikan sesegera mungkin.

Saya ingin mengutip ucapan Stanley Adi Prasetya, bahwa FJPI bukanlah kompetitor bagi organisasi profesi semacam PWI, AJI, IJTI yang menjadi konstituen Dewan Pers. Jujur saya sedih melihat bagaimana belakangan banyak organisasi seolah berlomba-lomba untuk berebut posisi sebagai anggota Dewan Pers.

FJPI adalah komplementer. Kami fokus kepada jurnalis perempuan dan karenanya, menurut saya, seharusnya tidak masalah dengan dwi-keanggotaan dengan organisasi pers lain yang sudah ada.

FJPI, juga sebuah forum persahabatan antar jurnalis perempuan. Karena harkat dan kondisi natural, kami, jurnalis perempuan, menghadapi problematika yang unik. Di FJPI, kami merayakan persahabatan. Kolaborasi, bukan kompetisi.

Dalam tujuan global pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, hampir semua tujuan memerlukan peran media, terutama perhatian jurnalis perempuan. Saya berharap ini bisa menjadi panduan saat kami, dalam posisi apapun, berkontribusi dalam agenda redaksional.

Kongres I yang mengundang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Irjen Pol (Purn) Basaria Pandjaitan, mengingatkan tujuan penting SDGs, pemberantasan korupsi. “FJPI bisa menjadi #SahabatKPK,” ujar Bu Basaria.

Tentu kami menyambut baik tugas penting ini. Konsekuensinya? Anggota FJPI juga harus menjauhkan diri dari perilaku koruptif. Karena esensi dengan jurnalisme adalah, menyampaikan informasi kepada publik, sehingga publik dapat mengambil keputusan yang berakibat baik bagi kehidupannya.

Selamat bekerja untuk kita semua teman-teman FJPI di manapun berada. Semoga Tuhan YME memberikan kesehatan dan kemudahan bagi kita semua dalam bersinergi dan mewujudkan tujuan bersama.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini