Pemerintah Provinsi Sumatera Utara segera mengupayakan pemasangan alat bantu dengar untuk bayi mungil bernama Iftiyah Ramadhan (7 bulan) yang terserang virus Rubella. Hal ini dilakukan setelah kedatangan Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Sumatera Utara (Sumut), Evi Diana Erry Nuradi beserta Plt Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Agus Tama, Kepala Dinas Sosial Sumut, juga Ketua Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW), Kemala Wati dan jajarannya, Kamis (2/2/2017) ke kediaman orang tua Iftiyah di Jalan Sei Kapuas No 9 D, Medan.
Saat ini, buah hati pasangan Kesuma Ramadhan dan Ratih Rachmadona sedang masa pemulihan setelah operasi katarak, karena virus Rubella atau dikenal dengan Campak Jerman ini menyerang matanya. Selain mata, virus ini juga menganggu pendengaran bayi perempuan ini, juga ada lubang di luar jantungnya.
“Kami datang karena tahu ada Iftiyah yang mengidap Rubella. Makanya, saya selaku Ketua PKK Sumut mengajak mitra saya, Dinas Keehatan dan Dinas Sosial untuk menjenguk Iftiyah dan menanyakan masalah dan penyakit yang dideritanya,” ujar Evi sembari menggendong bayi tersebut.
Evi meyakini tidak mudah menjadi Iftiyah terutama kedua orang tuanya yang harus sabar dan yakin akan ada jalan terbaik untuk cobaan ini.
“Kami akan bantu pemasangan alat bantu dengar yang dibutuhkan Iftiyah, mudah-mudahan ada sedikit perhatian kami dari pemerintah untuk kesembuhan Iftiyah. Mudah-mudahan diangkat penyakitnya oleh Allah, agar jadi anak yang soleha,” ungkap Evi yang juga memberikan bantuan dana.
Ratih, ibu Iftiyah mengatakan keluarganya sangat berterima kasih atas kunjungan ini. “Terima kasih kepada rekan-rekan wartawan, ibu (Ketua PKK), Pak Kadis,” ucapnya.
Ratih kembali mengungkapkan kisah awal anak keduanya ini terkenal Rubella. “Iftiyah ini menderita Rubella Syndrom. Saat kehamilan, saya tidak menyadari terjangkit rubbela. Setelah dia lahir, kemudian saya curiga dengan matanya, akhirnya dokter mendiagnosa Iftiyah terkenal katarak. Kami lakukan pemeriksaan lanjutan ke RSUP Haji Adam Malik dan hasilnya keluar Rubella. Juga terkena tuli kongenital, terkena kelainan jantung juga,” bebernya.
Saat ini, lanjut Ratih, mata Iftiyah setelah dioperasi, berat badannya juga sudah bertambah sembari persiapan untuk operasi jantung nanti.
“Telinganya juga akan dilakukan pemeriksaan nanti, apakah masih ada sisa kemampuan untuk mendengar agar bisa dipasang alat bantu dengar,” lanjutnya.
Ratih menegaskan harapannya, agar ke depan pemerintah bisa proakif mensosialisasikan bahaya dan pencegahan terhadap virus ini.
“Untuk pemerintah yang paling penting penyediaan vaksin virus Rubella ini. Komunikasi ke ibu-ibu hamil, seperti saya yang tidak tahu, tidak kenal apa itu virus Rubella, hingga sampai terkena seperti ini. Jangan sampai ada ibu hamil lagi mengalami seperti saya dan berdampak ke bayinya,” ungkapnya.
Ratih sendiri sempat membagikan pengalamannnya dari awal hamil hingga Iftiyah lahir dan terdampak virus Rubella di media sosial. Dengan harapan, kaum ibu bisa mengambil pelajaran dan menjadi pengetahuan.
“Saya tulis di media sosial, agar ibu-ibu kenal dengan virus Rubella, alhamdulillah banyak respon dari rekan-rekan jurnalis datang dan ibu serta bapak pada hari ini,” bebernya.
Sementara itu, Plt Kadis Kesehatan Sumut, Agustama mengatakan vaksin virus Rubella belum tersedia dan baru akan ada tahun depan.
“Mudah-mudahan tahun depan sudah ada vaksinnya. Kami akan membantu fasilitasi untuk pemasangan alat dengar Iftiyah,” tegasnya.
Agustama mengakui selama ini belum ada laporan soal Rubella. “Kalau menyerang orang dewasa tidak masalah. Tapi ketika menyerang ibu hamil akan berdampak. Untuk itu juga kami sarankan, selalu diskusi sama dokter atau ke Puskesmas,” ujarnya.
Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Ramdeswati Pohan menjelaskan, pihaknya senang karena pemerintah Sumatera Utara mau merespon dengan cepat begitu dirinya menceritakan kisah Iftiyah.
“Semoga Iftiyah bisa segera mendapatkan penanganan dan alat bantu dengar. Harapan kami, ke depan, sosialisasi tentang virus ini bisa lebih maksimal. Agar semua bisa mewaspadai,” pungkasnya.
Saat ini Ratih dan Kesuma memang terkendala alat bantu dengar untuk bayinya yang lahir dengan berat 1,7 Kg atau masuk kategori Berat Badan lahir Rendah (BBLR) tersebut. Pasalnya, BPJS hanya menanggung Rp1 juta, sementara harganya Rp10 juta untuk satu alat dan sepasang Rp20 juta. (ni/jp)