Terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Sumut sejak 2009 membuat Prof Dr Darmayanti Lubis sibuk dengan urusan kerakyatan. Padahal ia merupakan guru besar teknik di Universitas Sumatera Utara awalnya. Mengunjungi konstituen dan terlibat dalam aktifitas sosial bersama masyarakat Sumut menjadi kegiatan utamanya. Tidak terkecuali bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) yang berdiri sejak 22 Desember 2007 lalu. Prof Dr Darmayanti Lubis menjadi pembina FJPI sejak berdiri hingga saat ini. Bunda, panggilan akrabnya bagi para anggota FJPI, selalu hadir dalam mendukung setiap kegiatan FJPI, baik moril maupun materil.
“Saya bersama mereka sejak awal,” ujar Bunda, saat memberi kata sambutan dalam acara Konferensi Jurnalis Perempuan Indonesia di Padang, Selasa (7/2) kemarin. Dalam acara yang digagasi FJPI di momen peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Padang tersebut, Bunda mengungkapkan rasa bangganya melihat perkembangan para jurnalis perempuan yang semakin luas mengorganisir diri untuk mencapai cita-cita bersama.
Menurutnya, ada nilai yang dibawa jurnalis perepuan dalam setiap langkah jurnalistiknya, yaitu nilai kesetaraan gender. Bahkan, ketika Rohana Kudus pertama kali membuka surat kabar perempuan “Soenting Melajo” pada tahun 1911 lalu, nilai kesetaraan gender itu sudah menjadi roh isi pemberitaannya. Bahwa perempuan harus berpengetahuan, bisa membaca dan menulis sama seperti laki-laki untuk menaikkan derajat bangsa meskipun di tengah masa penjajahan.
“Saya menemukan perbedaan kesejahteraan antara perempuan dan laki-laki dalam satu situasi yang sama, misalnya buruh perkebunan. Inilah yang menjadi pendorong gerakan perempuan untuk kesetaraan ini harus terus dilakukan,” tegasnya.
Ia melihat bahwa jurnalis perempuan sama gesitnya dengan jurnalis laki-laki dalam melakukan tugas-tugas jurnalistiknya. Namun karena potensi kerawanan menjadi korban kekerasan terhadap perempuan lebih tinggi, hal ini menjadi batu sandungan tersendiri dalam profesinya. Menurut Prof Dr Darmayanti, persoalan ini bukan masalah domestik jurnalis perempuan, atau perempuan lainnya, tapi ini sudah menjadi urusan publik. Negara bertanggung jawab atas kondisi ini, bahwa keamanan adalah masalah negara.
“Kita yang harus terus mendorong persoalan kekerasan terhadap perempuan, terutama kekerasan seksual, ini menjadi perhatian utama negara. Selain karena jumlah perempuan lebih banyak di negara ini, tulang punggung pencetak generasi penerus bangsa ini adalah perempuan. Inilah yang harus kita sukseskan bersama-sama demi Indonesia yang adil dan sejahtera,” ujarnya. (jp)