BALI – Perhelatan World Water Forum (WWF) ke 10 di Bali pada 18-25 Mei 2024 lalu menyisakan noda hitam pada kebebasan berekspresi masyarakat. Pasalnya, sekelompok orang yang menyatakan diri sebagai Ormas Patriot Garuda Nusantara (PGN) merampas banner dan atribut acara People’s Water Forum (PWF) yang digelar di Hotel Oranjje, Denpasar. Mereka juga membubarkan paksa acara yang digelar sebagai bagian dari gerakan keadilan air, menantang gambaran korporasi mengenai tata kelola air global di WWF. PWF juga mengkonsolidasikan jaringan global gerakan keadilan air dan memperjuangkan alternatif air publik dan komunitas yang benar-benar dapat mewujudkan keadilan air bagi semua.
Selain melarang peserta dan pembicara hadir dalam acara yang digelar 21-23 Mei 2024 tersebut, Ormas PGN juga menghalang-halangi jurnalis yamg hendak meliput ke dalam ruang hotel tempat PWF digelar. Sejumlah polisi dan anggota Satpol PP yang terlihat berjaga juga terlihat diam saat Ormas tersebut melakukan penghadangan pada peserta dan jurnalis yang hendak masuk.
Salah satu anggota Ormas yang berjaga di gerbang yang ditutup sebatang bambu menyebut tidak ada acara di dalam hotel karena sudah dibubarkan oleh mereka. Acara PWF mereka bubarkan karena dianggap akan memecah belah persatuan dan merusak citra gelaran WWF di Bali, dan ini merupakan reaksi mereka atas instruksi Gubernur Bali untuk mengamankan WWF. Mereka tidak hanya merusak dan membubarkan acara, tetapi juga melakukan intimidasi dan kekerasan pada peserta dan panitia PWF. Ironinya, polisi yang berjaga di sana terlihat melakukan pembiaran.
Adanya intimidasi dan pembubaran kegiatan PWF 2024. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali, Komisaris Besar Jansen Avitus Panjaitan, mengatakan Polda Bali mengaku belum tahu pasti perihal pembubaran kegiatan tersebut, sebab sampai saat ini belum ada laporan resmi kepada kepolisian perihal pembubaran kegiatan itu.
Penjabat Gubernur Bali Mahendra Jaya buka suara terkait adanya pembubaran acara PWF 2024 oleh PGN yang melibatkan namanya. Mahendra menegaskan, pihaknya tak pernah mengeluarkan arahan lisan atau tertulis untuk melarang kegiatan PWF 2024 sebagaimana diklaim PGN. Ia bahkan mengaku tak mengetahui eksistensi dan kepengurusan PGN di wilayah pemerintahannya.
Polisi terlihat santai memasuki lokasi hotel yang dijadikan lokasi People’s Water Forum, anggota PGN membiarkan polisi melewati palang gerbang, sementara wartawan tidak boleh masuk.
Intimidasi dan Peretasan Akun WA Panitia PWF
Intimidasi juga dilakukan secara elektronik. Direktur SAFEnet, Nenden Sekar Arum mengatakan pihaknya mendapat pengaduan bahwa sekitar 8 orang yang terlibat dan bahkan yang tidak terlibat dalam kepanitiaan PWF mendapatkan upaya pengambilalihan akun WhatsApp. Pengabaian terhadap upaya intimidasi dan peretasan terhadap panitia dan orang-orang yang terlibat menunjukkan gelagat otoritarianisme digital yang dilakukan oleh negara, tegasnya.
Jaringan Masyarakat Sipil yang terdiri dari sejumlah LSM pegiat HAM menyatakan kecaman atas pembubaran paksa PWF di Bali 21 Mei 2024 lalu, di momen peringatan Hari Kebangkitan Nasional, sekaligus peringatan 26 tahun Reformasi Indonesia. Pengaturan terkait hak-hak, sebagaimana yang diatur dalam Konstitusi dan sejumlah peraturan perundangan-undangan, secara tegas telah memberikan kewajiban bagi negara untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia setiap orang. Ruang-ruang kritis yang seharusnya dijadikan ruang perlindungan justru terus diberangus. Berbagai pelanggaran dan kekerasan terkait kebebasan dasar manusia menjadi alat pembungkaman yang terus dinormalisasi oleh negara. Lebih lanjut, Jaringan Masyarakat Sipil menilai represi atas kebebasan sipil yang terus berulang dalam momentum pelaksanaan forum internasional sengaja untuk terus dilanggengkan. Keberulangan ini menjadi ancaman serius terhadap kehidupan berdemokrasi, sebab kebebasan berekspresi dan berpendapat menjadi kunci utama dalam terlaksananya demokrasi.
Upaya Adu Domba Masyarakat
Konflik horizontal kerap dilakukan penguasa ketika menghadapi kritik. Inilah yang menyebabkan demokrasi di Indonesia tidak pernah berjalan dengan benar. Hal ini diungkapkan Iganisius Darmawan, seorang peserta PWF yang gagal masuk ke lokasi acara karena diusir Ormas PGN pada 21 Mei 2024 siang. Ia mengaku sempat berang ketika berhadapan dengan sejumlah orang sipil yang menutup gerbang hotel dan melarang orang masuk hotel termasuk jurnalis di bawah pemantauan polisi dan Satpol PP di lokasi.
“Harusnya polisi mengamankan Ormas yang melakukan pengusiran dengan intimidasi itu pada warga yang ingin hadir di acara PWF, itu sudah pelanggaran pidana. Ini kan namanya adu domba sesama warga sipil, pemerintah harus bertanggung jawab atas aniaya hak-hak demokratis warga,” ujarnya kecewa. (jp/Diana)