Deklarasi dan pengukuhan Dalihan Natolu sebagai rangkaian acara adat dan budaya akan dikukuhkan oleh raja- raja di 5 daerah. Daerah tersebut yakni Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Padang Sidempuan. Sementara itu yang akan dilakukan pengukuhan sebanyak 45 orang. Ketua Deklarasi dan Pengukuhan Forum Masyarakat Dalihan Natolu Tabagsel, Hj. Rosna Nurleli Siregar mengatakan acara tersebut dapat dijadikan sebagai pemersatu budaya, sebab dari lima daerah yang berbeda namun tetap satu daerah yang tidak bisa dipisahkan. Untuk itu sekitar ribuan orang diprediksi hadir pada sabtu (7/11/2015) di Wisma Benteng Medan.
Rosna menambahkan acara tersebut juga akan dimeriahkan oleh hiburan Odang Group dan Tortor Ni Raja, serta mangulosi Manggobak.
Sementara itu, Deklarator acara Ir. Hendrisyah Harahap MM mengatakan Dalihan Na Tolu artinya tungku yang berkaki tiga. Inilah yang dipilih leluhur suku batak sebagai falsafah hidup dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hulahula dan boru. Perlu keseimbangan yang absolut dalam tatanan hidup antara tiga unsur. “Untuk menjaga keseimbangan tersebut kita harus menyadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu,” ujarnya.
Hendrisyah menambahkan, Dalihan Na Tolu ini begitu dijunjung tinggi oleh Bangsa Batak pada umumnya, bahkan dijadikan falsafah dalam kehidupan masyarakat Batak. Dalihan Na Tolu memiliki nilai-nilai kehidupan yang sangat baik bahkan unik karena sifatnya yang saling mendukung satu sama lain. Maksudnya, dalam tradisi Batak terdapat tiga posisi penting kekerabatan bangsa Batak. Pertama, Hula-hula atau Tondong, yaitu kelompok yang posisinya “di atas”, sehingga disebut Somba Somba Marhula Hula yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan. Kedua, Tubu atau Sanina, yaitu kelompok orang orang yang posisinya “sejajar”. Posisi tersebut yaitu teman/saudara semarga, sehingga disebut Manat Mardongan Tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan. Ketiga, Boru yaitu kelompok orang orang yang posisinya “di bawah”. Posisi tersebut yaitu saudara perempuan dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut Elek Marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.
Ia menambahkan, di Tapanuli telah diterbitkan Perda No. 10 tahun 1990 tentang Lembaga Adat Dalihan Natolu, yaitu suatu lembaga adat yang dibentuk Pemda Tingkat II. Lembaga ini berfungsi sebagai lembaga musyawarah yang mengikutsertakan para penatua adat yang benar-benar memahami, menguasai dan menghayati adat istiadat di lingkungannya. Ini juga berkaitan dengan adanya hubungan darah dari pihak mertua atau yang biasa disebut mora, seperti ikatan darah yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meskipun terjadinya pemekaran daerah tapi tetap satu daerah. Ia juga menyatakan ada 8 marga besar di antaranya, harahap, hasibuan, nasution, pulungan, lubis, daulay, dalimunte dan siregar. (rel/jp)