Oleh : Khairiah Lubis
Tanah merah itu basah. Hujan yang turun saat imam mesjid memasukkan jasad kecil itu ke liang lahat membuat tanah merah itu membulir, menggenangi sekitar makam di Kecamatan Delitua, Kabupaten Deliserdang.
Ada rasa haru yang membuncah, ketika pelan-pelan, tubuh kurus berselimut kain kafan itu hilang dari pandangan, ditutupi oleh tanah yang dijatuhkan ke dalam liang. Dia telah pergi untuk selamanya.Bocah laki-laki berusia 11 tahun itu telah kembali kepada Sang Pencipta. Rasa sakit yang ia derita sejak dokter menemukan bahwa ia terinfeksi HIV pun hilang sudah. Ia telah bebas dari penyakitnya.
Tapi kebebasan dari penyakit itu ia peroleh setelah tak lagi di dunia. Bukan hanya N, bocah dengan HIV Aids itu saja yang telah pergi karena tubuhnya tak mampu menahan serangan virus yang melumpuhkan kekebalan tubuhnya. Tapi masih banyak bocah-bocah lain yang juga bernasib sama.
Saya dan beberapa teman wartawan dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) di Medan berkumpul di rumah N di Medan Johor, sore itu, usai mengantarnya ke peristirahatan terakhir. Rasa kehilangan atas kepergian N membuat tidak ingin beranjak pulang. Kesedihan karena tidak dapat membuatnya bertahan hidup membuat rasa dalam diri masing-masing terperi.
N hanya diberikan Tuhan menikmati hidup hingga usia 11 tahun. Selama lima tahun, sejak ia dinyatakan terinfeksi HIV pada umur enam tahun, kesehatan bocah yatim piatu ini mengalami penurunan. Empat tahun terakhir dia berada dalam pengawasan kami. N tinggal bersama kakaknya, In, di sekretariat FJPI di Medan Baru, setelah tidak dapat tinggal lagi bersama keluarga karena berbagai penolakan.
Kepergian N masih membuat kami terpekur, duduk di sudut rumah kontakan kecilnya. Masih tidak percaya.Tapi inilah kenyataan hidup.Empat tahun bersamanya telah mengikat hati kami dengannya.Hingga rasanya sulit untuk menerima ketentuan Tuhan ini.
“N sudah pergi.Mudah-mudahan tidak ada anak-anak yatim piatu dengan HIV Aids, yang bernasib sama seperti N, terbuang dari keluarga, tidak ada yang mau merawatnya,” Saya dengan suara tercekat, membuka percakapan dengan teman-teman yang sedang duduk bersila di lantai.
“Ya, kalau kita takut akan terjadi hal serupa, kita buat wadah saja, supaya kita dapat membantu anak-anak dengan HIV Aids (ADHA) lain, agar tidak mengalami kesusahan seperti yang dihadapi N,” ucap Saurma Siahaan, teman wartawan dari media cetak di Medan.
Sepertinya semua sedang mempunyai pikiran yang sama. Hingga akhirnya sepakat, bahwa apa yang kami lakukan untuk anak ODHA tidak hanya berhenti pada N. Tapi kami akan membuat organisasi yang dapat membuat kami melakukan sesuatu untuk para ADHA lain.
Forum Peduli ADHA
Desember 2014, Forum Peduli Anak dengan HIV Aids, atau yang kami singkat dengan FP ADHA terbentuk di Kota Medan. Organisasi ini diisi oleh orang-orang yang peduli terhadap anak-anak dengan HIV Aids. Mulai dari jurnalis seperti para wartawan perempuan yang bergabung di FJPI dan Forwakes (Forum Wartawan Kesehatan), orang-orang yang bergerak di LSM Anak seperti Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA), LSM Pendamping HIV Aids Medan Plus, komisioner KPAID, hingga para dokter dan konsultan kesehatan yang peduli, bergabung di sini. Semula orang-orang ini adalah mereka yang selama ini pernah membantu merawat N.
FP ADHA terbentuk berangkat dari permasalahan yang dihadapi bocah N. Kondisinya yang yatim piatu membuatnya terlantar, tidak mempunyai rumah tempat tinggal, sehingga seharusnya ia dapat dibantu oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Pendidikannya yang terputus akibat sakit seharusnya juga dapat disupport oleh Dinas Pendidikan. Demikian juga perlindungan untuknya karena ia masih kanak-kanak seharusnya dapat diberikan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan KB. Dan satu yang paling penting adalah dukugan untuk pelayanan kesehatannya melalui Dinas Kesehatan.
Namun tentu tidak mudah mengharapkan tanggung jawab dari pemerintah.Karena itulah maka FP ADHA menjalin komitmen dengan tiga dinas dan satu badan terkait di pemerintahan Kota Medan tersebut, agar dapat menjalankan tanggungjawabnya ketika terjadi kasus anak dengan kondisi yang sama dengan N, sehingga kesehatan sang ADHA dapat ditangani dengan baik.
Anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa sepatutnya mendapatkan perlindungan dari orang tua, masyarakat dan pemerintah. Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 telah mengatur tentang Perlindungan Anak. Namun bagaimana dengan anak dengan HIV Aids? Sudahkah mereka mendapatkan haknya juga?
Data Dinas Kesehatan Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara pada bulan Januari 2015 mencatat ada sekitar 219 anak dengan HIV Aids yang tersebar di sejumlah daerah. Mayoritas anak dengan HIV Aids ini berusia 10-19 tahun. Kebanyakan terinfeksi pada saat proses bersalin, akibat kelahiran berisiko yang tanpa direncanakan. Dengan stigma dan diskriminasi yang masih kental terhadap kasus HIV Aids, maka anak-anak ini pun sering terkendala mendapatkan haknya.
Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Sumatera Utara(Sumut), Ahmad Ramadhan mengungkapkan gerakan untuk mendukung anak-anak yang menjadi korban penularan HIV Aids harus dilakukan oleh seluruh elemen. Maka kehadiran FP ADHA menjadi salah satu yang turut membantu untuk mengurangi kasus HIV dan Aids di Sumatera Utara.
Masih banyak perjuangan yang harus dilakukan. Meski di Kota Medan, persoalan HIV Aids sudah tertuang dalam Perda Kota Medan No 1 Tahun 2012 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan Aids. Namun tidak ada butir yang menjelaskan tentang anak dengan HIV Aids dalam Perda itu. Padahal dengan peningkatan jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV saat ini, maka bayi yang lahir positif HIV juga besar kemungkinan terjadi.Sebab sosialisasi dan pendidikan tentang tatalaksana pasangan berisiko yang ingin memiliki anak belum merata diserap oleh masyarakat. Program Pencegahan dari Ibu ke Anak (PPIA) dengan empat PRONG atau pendekatan juga belum berjalan lancar dan mengalami banyak kendala.
Pernas Aids atau Pertemuan Nasional AIDS ke-5 yang akan digelar di Makassar pada Oktober tahun 2015, diharapkan dapat memberikan solusi untuk anak-anak yang terinfeksi HIV Aids. Agar anak dapat hidup sehat, dan menggapai masa depan yang cemerlang. Agar tidak ada lagi anak yang mengalami nasib seperti N, bocah yatim piatu yang terpinggirkan karena virus HIV yang berdiam dalam tubuh kecilnya itu.*