Medan – Amerika Serikat adalah negara yang memiliki cerita panjang tentang perjuangan perempuan dalam kesetaraan gender. Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Emily Norris mengungkapkan hal tersebut dalam webinar edisi Ngabuburit Series Virtual Ramadan Outreach bertema Women Empowerment in Civil Society di Konsulat Amerika Serikat, Gedung Uniland, Medan, Sumatra Utara, Senin, (11/4).
Pertemuan tersebut dihelat secara hybrid, offline dan online bersama dengan puluhan perwakilan komunitas perempuan di Indonesia termasuk dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatra Utara dan daerah lain. Jessica Chesbro Wakil Konsulat Amerika dan beberapa staf hadir pada pertemuan offline di Medan.
“Saya percaya bahwa Amerika Serikat dan Indonesia memiliki tantangan yang sama. Sebagai dua negara demokrasi terbesar di dunia, Amerika Serikat dan Indonesia harus memastikan agar setiap warga negara terpenuhi hak-haknya, termasuk di dalamnya akses yang setara bagi setiap golongan untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, terlibat di dalam perekonomian, hingga keterwakilan mereka di dalam politik,” kata Emily.
Ia melanjutkan, semua tahu bahwa ketidaksetaraan gender semakin terlihat selama pandemi COVID-19. Beberapa laporan menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 mengakibatkan kemajuan menuju kesetaraan gender terhenti di beberapa sektor ekonomi dan industri besar. Contohnya sebagian dikarenakan sebahagian karena perempuan lebih sering bekerja di sektor-sektor yang paling terpukul oleh penguncian (lockdown) dan dengan adanya penutupan sekolah maka beban mereka menjadi semakin bertambah.
Menurut Emily, di seluruh dunia perempuan yang lebih dominan mengasuh anak. Sehingga yang terjadi di masa pandemi adalah seorang ibu harus mengurus anak yang seharusnya pergi ke sekolah. Tetapi mereka ada di rumah.
“Banyak perempuan meninggalkan pekerjaan atau tidak bisa bekerja dari rumah se-efektif rekan-rekan pria. Ini menimbulkan tekanan bahwa wanita harus melakukan segalanya,” kata perempuan yang fasih bicara dalam Bahasa Indonesia.
Ia memaparkan bahwa kecenderungan buruk lainnya adalah peningkatan kekerasan terhadap perempuan di rumah atau pelecehan dalam rumah tangga. Ini terjadi di seluruh dunia. Karena lebih banyak orang terjebak di rumah dan menjadi stres, Jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak meningkat.
“Juga lebih sulit bagi mereka untuk mengakses bantuan polisi atau layanan sosial untuk membantu mereka menghindari kekerasan atau pelecehan. Ini adalah pelajaran penting bahwa kita perlu memastikan perempuan masih memiliki akses ke sumber daya untuk menjaga perempuan dan anak-anak agar tetap aman, bahkan jika sedang terjadi pandemi yang lebih besar,” paparnya lagi.
Emily menegaskan, bahwa isu kesetaraan gender masih menjadi polemik di banyak negara, bahkan di Amerika Serikat. Amerika Serikat juga memiliki sejarah panjang tentang perempuan yang terpinggirkan, dan butuh waktu lama untuk sampai ke ke posisi kami hari ini yang disebut demokrasi.
“Di Indonesia, hal ini (Kesetaraan gender dan penguatan perempuan) juga menjadi prioritas,” katanya.
Emily memberikan beberapa contoh di antaranya menunjukkan dukungan di berbagai acara yang mendukung kesetaraan gender, memastikan akses ke pendidikan, seperti memastikan perempuan mendapatkan bagian yang sama dan proporsional dari beasiswa dan program pertukaran.
”Akses ke perawatan kesehatan tentu saja sangat penting, terutama untuk mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang relatif tinggi di sini. Kami memiliki banyak program kesehatan di bidang itu termasuk usaha untuk reformasi kebijakan agar menghilangkan praktik atau kebijakan yang memerlukan persetujuan suami sebelum seorang wanita menerima perawatan obstetrik darurat,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Emily menjawab beberapa pertanyaan terkait penguatan perempuan termasuk memberikan komparasi bagaimana perlakuan Pemerintah AS terhadap kuota perempuan di politik.
Tidak ketinggalan, Ketua FJPI Sumatra Utara, Nurni Sulaiman menawarkan kerjasama program penguatan berbasis gender termasuk program pemulihan mental jurnalis perempuan pasca pandemi.
Halimah Hutagalung Ketua Pemberdayaan Masyarakat Lansia mengungkapkan minimnya perhatian pemerintah setempat terhadap lansia terlihat dari fasilitas umum yang tidak ramah lansia.
Wakil Konjen Jessica tidak lupa mengucapkan terimakasih atas dukungan dari komunitas Perempuan dalam program tersebut. “Saya sangat senang bertemu dengan Anda semua Pemimpin Perempuan Sumatera Utara, yang telah bekerja keras untuk memajukan perempuan dan anak perempuan di berbagai bidang. Kami senang Anda semua dapat bergabung dengan kami hari ini,” pungkasnya. (jp/Nurni)