Sejumlah pemuda dari beberapa komunitas di Medan menggelar aksi Gerakan Mengenang Pahlawan. Aksi dilakukan dua kali yakni pada 9 dan 12 November 2017. Aksi berupa peletakan bunga di Taman Makam Pahlawan pada malam tanggal 9 November 2017, sedangkan pada Minggu (12/11), massa melakukan aksi pawai dengan baju tradisional dari Taman Makam Pahlawan Medan ke Monumen Raja Sisingamangaraja XII. Menurut Lusty, Kordinator aksi, kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperingarti Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November. Menurutnya, saat ini sedang terjadi pengikisan ingatan dan cinta pada para pahlawan bangsa.
“Bangsa Indonesia sedang membutuhkan pahlawan. Penjajahan bentuk baru dan kuat sedang merajalela ke seluruh lapisan masyarakat, bahkan saking kuatnya ‘para penjajah’ sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat dewasa ini,” ujarnya.
Menurut Lusty, nilai-nilai individualisme, yang kerap menjauhkan seseorang dalam hubungan sosial bermasyarakat yang harmonis juga menciptakan iklim perpecahan dan peningkatan ego. “Serangan teknologi yang bertopengkan fungsi positif juga tidak dapat dikendalikan oleh kita satu sama lain, membuat kita menjadi manusia yang malas belajar, berpikir instan, tergiur hedonisme yang sesungguhnya bak barang fana di atas etalase. Bahkan, generasi muda semakin enggan untuk berkarya dan belajar terus menerus, tidak sudi membaca, serta menanggalkan kebudayaan bangsa demi mendapatkan status sebagai manusia modern,” ungkapnya menyayangkan.
Tidak heran, apabila korupsi merajalela di atas segala aspek kehidupan. Yang kaya mengklaim dirinya menguasai tanah di muka bumi ini, yang miskin tidak mendapatkan papahan. Kasus penggelapan uang atas nama kasus, serta tindakan keji antar manusia juga seakan mengacak-acak kepercayaan sosial. Bahkan, pertentangan akibat perbedaan kepercayaan juga semakin hebat mendirikan tembok ‘tanda perang’. Sangat disayangkan sekali, sebab pada dasarnya Bangsa Indonesia adalah satu.
“Dahulu, seluruh pahlawan menyatukan kekuatan dan perbedaan yang dibalut semangat berkorban demi membela negara. Kini, seluruh generasi muda seakan cuek dan acuh dengan air mata dan cucur darah mereka. Ada apa?” tambah Lusty.
Refleksi akan jasa-jasa para pahlawan bangsa itu tertuang dalam sejumlah nyanyian akustik, puisi, tarian, dan pertunjukan teater yang digelar di Monumen Raja Sisingamangaraja XII. Panggung rakyat yang menyita perhatian sejumlah khalayak tersebut sengaja digelar terbuka agar masyarakat juga mengingat kembali jasa-jasa pahlawan kemerdekaan dan sulitnya merebut tanah air dari penjajah. Terutama pahlawan nasional yang berasal dan berkiprah di Sumatera Utara. Selain Raja Sisingamangaraja, ada Jamin Ginting, Kiras Bangun, Rohana Kudus, dan Williem Iskandar.
“Kita rindu dengan perjuangan mereka, yang tiada gentar merebut Indonesia dari cengkeraman penjajah. Semoga gerakan ini menjadi kobaran api penyemangat jiwa para pemuda sekalian,” kata Lusty. (jp)