Medan – Banjir informasi politik menjelang Pemilu selalu terjadi namun sebagian tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya alias hoax. Oleh karena itu, literasi digital yang kritis dan bijak cukup penting terutama dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
“Era digital banyak hal-hal positif yang bisa kita dapat, tapi dampak negatifnya juga banyak apalagi kalau kita tidak bisa menggendalikan diri. Melalui teknologi digital, sangat mudah menyampaikan informasi ke semua penjuru, kalau informasinya negatif yah ini yang mengakibatkan jadi ada persaingan di Pemilu nanti yang tidak sehat,” kata Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Utara (Sumut) Musa Rajekshah dalam Diskusi ‘Literasi Digital Menghadapi Pemilu 2024’ bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) di Rumah Literasi Ranggi, Komplek PWI, Sampali, Rabu (8/2/2023).
Diskusi ini merupakan rangkaian kegiatan FJPI di Hari Pers Nasional (HPN) 2023. Kegiatan yang difasilitasi Dewan Pers dan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia serta didukung DAAI TV, Nusa Net, Narsis Digital, Langgam Batik dan Gempita Pro tersebut turut hadir juga menjadi pemateri, Ketua Umum FJPI yang juga Pimpinan Redaksi IDN Times Uni Lubis, Anggota Dewan Pers 2013-2019, Imam Wahyudi dan Sosiopreneur, Alween Ong.
Dalam kesempatan itu, Musa Rajekshah atau akrab disapa Ijeck ini menambahkan Indonesia hingga saat ini masih menerapkan sistem pemilu konvensional padahal teknologi digital dalam Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik.
“Kenapa kita enggak coba dengan pemilu elektronik karena kalau pengawasan masih sistem manual, pelaksanaan dengan sistem manual lebih mudah untuk bermain walaupun dengan sistem elektronik mungkin tetap ada juga permainan tapi setidaknya lebih gampang dicari dari mana sumbernya,” ujarnya.
Menurut Ijeck, meski masih ada beberapa daerah di Indonesia yang belum terjangkau akses internet, tapi Pemilu secara digital patut dicoba.
“Belum semuanya mendapatkan jaringan wi-fi ataupun jaringan-jaringan yang bisa menggunakan elektronik tapi harus harus dimulai, walaupun belum sempurna tapi harus dimulai ,” ujar Ijeck.
Untuk itu, Ijeck berharap, pengetahuan tentang digital harus terus ditingkatkan khususnya kepada generasi muda, diharap masyarakat bisa lebih berhati-hati dalam mencari atau membagikan informasi. Ia juga berharap di Pemilu nanti terpilih pemimpin-pemimpin yang amanah.
“Saya berharap setiap pemilu bukan hanya di Pemilu 2024, terpilihlah pemimpin yang mewakili rakyat, benar-benar bisa menjaga amanah rakyat dan di era digital ini kita harus bisa benar-benar lihat kebenaran dari satu informasi yang kita dapat, mudah-mudahan Pemilu 2024 nanti lebih dewasa agar menggunakan sesuatu hal tidak semata-mata untuk kepentingan kelompok,” ujar Ijeck.
Sementra itu, Ketua Umum FJPI, Uni Lubis menyampaikan tantangan hoax di era digital akan semakin tinggi.
“Saat ini sedang terjadi pertarungan di antara platform global yang besar dan semakin canggih, resikonya maka akan semakin besar kemungkinan produksi hoax, misinformasi seperti yang tadi dikhawatirkan oleh Bapak Wagubsu dan di situlah peran penting dari media dan jurnalis,” ujar Uni.
Literasi media punya tugas penting dan semakin berat untuk bisa memproduksi konten-konten yang makin berkualitas, ungkapnya.
“Konten-konten yang diproduksi oleh robot yah terus terang seperti di IDN Times itu konten ramalan cuaca sama konten skor sepak bola itu sudah bukan jurnalis yang bikin, kita udah pakai robot, tetapi verifikasi yang udah disiplin utama dari jurnalisme dan membuat media itu bisa bertahan itu harus dan masih tetap memerlukan manusia,” katanya.
Uni berharap, peran jurnalis terus ditingkatkan dan lebih profesional. Ia juga menitipkan pesan untuk Ijeck agar literasi kepada kaum muda di Sumut terus ditingkatkan.
“Saya titip sama Pak Ijeck agar literasi kaum muda di Sumut bisa ditingkatkan nanti bisa kerjasama dengan jurnalis. Kita sepakat literasi digital itu penting,” tutupnya.
Sementara itu, Imam Wahyudi, menambahkan, bahwa manusia selalu memunculkan inovasi yang berpeluang namun juga memunculkan ancaman. Untuk itu perlu penekanan agar literasi digital itu kritis dan bijak. Ia juga mengajak jurnalis dan masyarakat pembuat konten untuk melawan konten-kurang tidak bermanfaat dan menyesatkan, yakni dengan membuat berita yang aktual, bermanfaat, dan bijak.
“Saya ingin mengingatkan bahwa, apa yang muncul sebagai dampak pada media sosial itu bukan hal yang baru sebelum ada media sosial kita sering mendengar ada isu maupun desas desus,” ujarnya.
Alween Ong, pengusaha muda yang selama ini aktif di bidang UMKM, mengatakan literasi digital ini berkaitan erat dengan branding sesuatu atau seseorang. Edukasi kepada masyarakat terkait Pemilu misalnya haruslah memperhatikan dampaknya kepada ketertiban dan kenyamanan masyarakat. Agar, Pemilu bukan jadi kambing hitam atas ulah para politisi yang kurang bijak dan kurang bervisi membangun bangsa, ungkap Alween. (jp/Echo)