Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community
2015 sudah di depan mata. Barang, modal, jasa, investasi dan orang
bebas keluar masuk di antara negara anggota ASEAN. Ini merupakan
tantangan sekaligus peluang bagi masyarakat Indonesia untuk bisa
memperkenalkan berbagai karya, ide kreatif hingga pariwisata yang
tersimpan di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut).
Melihat hal ini, peran media massa khususnya seorang jurnalis begitu
penting. Dengan adanya tulisan-tulisan yang dibuat jurnalis soal
potensi wisata Sumut, kemudian dimuat di sosial media dapat membantu
perkenalkan Sumut hingga ke dunia. Hal ini terungkap dalam diskusi bertajuk “Memaksimalkan Potensi Pariwisata Sumut di Era MEA 2015” yang diadakan di Hotel Madani Medan, Jumat (16/1).
Kabid Bina Pemasaran Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumut, Muchlis Nasution, mengatakan Sumut mempunyai potensi wisata yang sangat beda. Tuhan memberikan keindahan alam yang tidak dimiliki oleh negara mana pun, Danau Toba misalnya selain itu, penduduk di sini juga tidak padat dan tidak sedikit, air berlimpah karena ada bukit barisan. Semua diberikan Tuhan untuk kita, makanya tinggal bagaimana kita memaksimalkan potensi ini dengan mengenalkannya ke dunia.
“Simpel, dengan media sosial saja, dan incaran kita adalah anak-anak muda generasi penerus dan melalui media masalah ini bisa ditularkan,” katanya, saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi publik yang digelar Forum Jurnalis Perempuan Indonesia bekerja sama dengan majalah Dunia Melancong, situs www.jurnalisperempuan.com dan www.acehnews.net.
Tambahnya, pengurus baru FJPI yang baru saja dilantik diharapkan mampu
melakukan hal tersebut. “Kami harapkan FJPI bisa membuat cyber untuk
memperkenalkan potensi wisata dan lainnya yang ada di Medan dan
Sumatera Utara, saya harap ada program-program kerjanya untuk kemajuan Sumut,” katanya.
Ramdesati Pohan, Ketua FJPI Sumut yang juga merupakan anggota Komisi Informasi Publik Sumut, menuturkan untuk memajukan sebuah potensi wisata adalah kemauan semua pihak, baik itu pemerintah, swasta dan masyarakatnya. Namun sayangnya kata dia, tak majunya potensi wisata lantaran diduga banyaknya penyelewengan anggaran untuk situs-situs bersejarah yang menjadi ikon di Sumut.
Dia mencontohkan tentang nasib situs sejarah Istana Lima Laras di Batubara yang sangat memprihatinkan. Pada 2008 silam, mantan Gubernur Sumut Rudolf Pardede menyumbangkan dana sekira Rp850 juta untuk perawatan situs budaya di Batubara, namun banyak diselewengkan. Buktinya, hanya ada pergantian dua lembar seng dan dua jendela.” ujarnya lirih.
Persoalan-persoalan yang demikianlah lanjut Desi, yang menjadikan
pariwisata khususnya di Sumut masih jauh tertinggal, karena tidak
adanya kemauan untuk menjaga. ”Ya bagaiamana mau menjual budaya, tapi
tidak memiliki kemauan menjaganya,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, pengamat pariwisata dari Universitas Sumatera Utara yang aktif di Badan Warisan Sumatera Dr Asmyta Surbakti juga menilai, Sumut masih belum siap untuk menghadapi MEA, terutama
pada bidang wisata.
Realitasnya, pariwisata Sumut sejauh ini belum “laku dijual” masih
sebatas potensi yang besar saja. Menurutnya, kelemahan Sumut
menghadapi MEA adalah minimnya pengembangan pariwisata menjadi produk
baru, perlu kreatifitas yang lebih.
”Untuk itu perlu ada sinergitas dengan pemerintah, swasta dan
masyarakat dalam melakukan pengembangan wisata yang kita punya,”
tegasnya.
Asmyta mengingatkan agar peningkatan kualitas pariwisata Sumut ini segera dikebut karena MEA akan menjadi ajang yang positif bagi setiap negara untuk bersaing secara ekonomi maupun budaya. “Jika kita tidak mau jadi penonton di rumah sendiri, kita harus segera berbenah,” tukasnya. (jpP)