MEDAN – Jai Sangker alias Rakesh, preman yang mengancam bunuh jurnalis didakwa Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Dalam persidangan pada Selasa (13/6/2023), di PN Medan, para saksi dan korban yang hadir senada mengatakan, bahwa Rakesh mengancam dan menghalang-halangi tugas jurnalis.

“Rakesh sempat ingin merampas kamera jurnalis, serta ingin menghapus rekaman pra rekontruksi kasus penganiayaan yang melibatkan dua Anggota DPRD Medan,” kata Dony Admiral, jurnalis TV yang juga saksi mata di lokasi kejadian.

Namun, aksi tersebut gagal dilakukan, karena awak media melakukan perlawanan. Saat itu, terdakwa turut menendang wartawan bernama Suyanto. Terdakwa juga mengancam Alfiansyah dan Goklas Wesly, dua wartawan media online yang tengah melakukan peliputan.

AJI, PFI, IJTI, FJPI Tak Pernah Berdamai

Organisasi pers Indonesia yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut menegaskan tidak pernah berdamai dengan terdakwa. Hal ini disampaikan guna membantah isu yang beredar soal perdamaian dengan para jurnalis korban pengancaman dan perintanngan.

Menurut Ketua AJI Medan, Cristison Sondang Pane, pihaknya berkomintmen mendorong dan mengawal kasus ini hingga tuntas. AJI Medan secara kelembagaan, kata Tison, tidak pernah punya niat melakukan perdamaian.

“Kami sepakat bahwa kasus ini harus tuntas dan pelakunya dihukum sesuai perbuatannya,” kata Tison.

Ia bilang, kalaupun ada dari saksi korban yang mengaku sudah berdamai dengan terdakwa, itu bersifat pribadi, bukan secara kelembagaan. Yang pasti, kata Tison, para korban, Alfiansyah dan Goklas Wesly tidak pernah punya niatan untuk berdamai.
AJI Medan berkomitmen mengawal kasus ini hingga jatuh putusan kurungan.

Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi AJI Medan, Array A Argus meminta majelis hakim yang menangani perkara ini objektif. Kalaupun ada di antara korban yang mengaku sudah berdamai, itu sifatnya pribadi, bukan secara kelembagaan.

“Hakim harus tahu, bahwa pelapor dalam kasus ini lebih dari satu orang. Kalaupun ada di antara korban yang mengaku sudah berdamai, bukan berarti semua korban menyepakati hal itu,” kata Array.

Ia menegaskan, hakim harus menjatuhkan sanksi yang setimpal terhadap Rakesh. Hakim harus menjatuhkan hukuman sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Pasal ini harus menjadi acuan bagi hakim dalam memberikan vonis ke depan, selain pasal pengancaman bunuh,” tegas Array yang juga pernah mendapat kekerasan saat meliput di lapangan tujuh tahun silam.

Koordinator Divisi Advokasi dan Hukum PFI Medan Prayugo mengatakan, putusan hakim yang berkeadilan akan menjadi catatan baik bagi pengekan hukum dalam kasus kekerasan terhadap jurnalistik. Aliansi, kata Yugo, akan tetap mengawal kasus ini demi keadilan terhadap jurnalis yang menjadi korban.

“Jaksa harus berani memberikan penuntutan dan berpedoman pada Undang-undang Pers. Jika diputus bersalah, kasus ini akan menjadi yurisprudensi ke depan. Sebagai langkah tegas, agar tidak ada lagi yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pengda IJTI Sumut, Tuti Alawiyah menegaskan bahwa jika ada korban yang mengaku-ngaku sudah damai, itu bersifat individu.

“Kalau ada korban yang berdamai, itu bukan representasi maupun mewakili dari para korban yang diintimidasi. Dalam kasus ini jelas-jelas yang dilanggar UU Pers, pasal lex spesialis,” ujar Tuti.

Nurni Sulaiman Ketua FJPI Sumut menyatakan sikap menolak berdamai atas kekerasan yang terjadi dan meminta untuk kasus tersebut mendapat atensi dari pengadilan.

“Kasus ini harus diusut tuntas sampai ada putusan yang seadil-adilnya,” pungkas Nurni.

Seperti diketahui, kasus ini bermula saat sejumlah jurnalis melakukan peliputan di lokasi pra rekontruksi kasus penganiayaan dengan terlapor dua anggota DPRD Medan di salah satu tempat hiburan di Medan pada 27 Februari 2023 silam. Dari kronologi yang dihimpun sejumlah lembaga yang tergabung ke dalam Koalisi Jurnalis Anti Kekerasan, saat kericuhan terjadi, korban Alfiansyah dan Goklas Wesly yang baru tiba di lokasi peliputan didatangi Rakesh disusul teman-temannya. Rakesh langsung melarang Alfian dan Goklas untuk melakukan pengambilan gambar. Pelarangan itu diprotes sejumlah jurnalis lain dan hendak merekam aksi intimidasi dan kekerasan itu namun terdakwa malah mengancam bunuh para jurnalis jika terus meliput. Aksi penghalang-halangan tugas jurnalistik ini kemudian dilaporkan ke Polres Medan. (jp/Nur)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini