Oleh: Saniah LS
fjpindonesia.com – Orangutan yang sudah jinak, ternyata perlu waktu belasan tahun untuk kembali diliarkan. Agar kembali liar, orangutan yang jinak harus disekolahkan di pusat rehabilitasi terlebih dahulu. Tujuannya untuk membuat orangutan kembali ke sifat alami mereka, sehingga bisa dilepasliarkan kembali ke habitat mereka.
Nyaru Menteng merupakan tempat reintroduksi bagi orangutan yang akan dilepasliarkan ke hutan. Lokasi Nyaru Menteng sekitar 30 Kilometer dari pusat Kota Palangkaraya atau tepatnya terletak di Desa Tumbang Tahai, Bukit Batu. Pusat rehabilitasi Nyaru Menteng ini terletak di dalam kawasan Arboretum Nyaru Menteng. Pusat rehabilitasi yang dikelola oleh Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF).
Satu waktu saya pernah ke sini, Nyaru Menteng, dan ini baru pertama kali saya menginjakan kaki ke Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Waktu itu, saya mengalami kesulitan menuju lokasi. Alhamdulillah, saya bertemu seorang supir taksi bandara, Syariful (47), yang bersedia mengantarkan saya ke lokasi. Syaiful mengaku sudah beberapa kali ke tempat ini membawa tamunya.
Hujan deras terus mengguyur Nyaru Menteng. Taxi yang disetir Syaiful berhenti di depan pintu masuk, kemudian pakir dilokasi yang telah ditentukan. Saya menginjakkan kaki di Arboretum (hutan pendidikan) seluas 62 ribu hetare. Waktu itu, saya menemui Humas Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo, Monterado, untuk mengetahui lebih dekat lagi tentang sekolah rimba orangutan.
Central reintroduction orangutan Nyaru Menten di Kalteng ini didirikan pada 1999. Di tempat yang memiliki luas areal sekitar 15 ribu hektare, dihuni lebih kurang 508 individu orangutan (data 18 Agustus 2014). Dari jumlah itu 504 individu orangutan sedang menjalani rehabilitasi dan empat individu orangutan liar.
Terlihat kesibukan yang kecil di tempat rehabilitasi orangutan tersebut. Ada 10 individu orangutan Kalimantan Tengah betina, berusia enam hingga 11 tahun, sedang antrean menunggu giliran mengambil jatah makan sore mereka. Waktu itu hujan mulai reda, air yang mengembun di kaca di ruang khusus menyambut tamu yang berkunjung, tidak menghalangi penglihatan saya.
Salah satu dari 10 kera besar lengan panjang dan berbulu kemerahan di antrean itu adalah Wardah. Wardah bersama sembilan individu orangutan betina lainnya tidak saling berebut makanan. Setelah mengambil jatahnya masing-masing dari petugas, mawas ini pun berpencar, mencari tempat beristirahat di kandang besi yang memiliki luas sekira enam meter dan ketinggian 25 meter tersebut.
Pongo pygmaeus (nama dalam bahasa latin orangutan Kalimantan) kategori semi liar ini, terlihat oleh saya duduk di pojok kiri paling depan. Wardah mengunyah dengan lahap pangkal batang rotan muda yang didapatkannya dari petugas BOS Nyaru Menteng. Jatah makan sorenya waktu itu tiga batang rotan muda. Satu dipegangnya di tangan kanan dan dua lagi berada di tangan kirinya. Semi liar adalah orangutan yang pada saat diselamatkan masih berprilaku alami dan secara konsisten memperlihatkan bahwa ia telah memiliki kemampuan yang cukup untuk hidup mandiri di hutan.
Wardah sudah Sembilan tahun menjalani rehabilitasi di yayasan BOS Nyaru Menteng. Sejak dia berusia tiga tahun, setelah diselamatkan oleh Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah dan Tim Rescue Yayasan BOS pada 21 Oktober 2006, dari areal perkebunan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Waktu itu Wardah masih bayi, bobot badannya masih tujuh Kilogram. Ia diselamatkan dalam kondisi tanpa induk dari sebuah kawasan hutan kecil yang tersisa di areal perkebunan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur.
Kini usia Wardah sudah 11 tahun dan berat badan 43 kilogram. Tak lama lagi Wardah akan menikmati kebebasannya menjelajah Hutan Lindung Bukit Batikap untuk menjalani hidupnya sebagai orangutan liar sejati.
”Orangutan di sini belum dilepasliarkan ke hutan. Individu orangutan lebih dulu dididik di sekolah hutan. Dari kelas satu sampai dengan kelas sembilan,” demikian penjelasan Koordinator Komunikasi dan Pendidikan BOS Nyaru Menteng, Kalteng, Monterado F.
Lanjut mantan wartawan Banjarmasin Pos ini, perlu waktu rata-rata tujuh tahun untuk meliarkan kembali orangutan yang sudah jinak. Bahkan bisa mencapai 15 tahun, dihitung mulai usia nol. Hal ini menurut Monterado disebabkan, biasanya orangutan yang sudah lama sekali dipelihara manusia, sifat alaminya sudah hilang. Maka itu perlu diajarkan kemampuan bertahan hidup di hutan.
Sampai Kelas Sembilan
Setiap orangutan yang masuk ke program reintroduksi orangutan yang dikelola Yayasan BOS Nyaru Menteng Kalteng, akan melalui tahap karantina dan akan diisolasi untuk diperiksa secara menyeluruh status kesehatannya, kondisi fisik maupun psikisnya. Lama waktu orangutan di tahap karantina biasanya dua hingga tiga minggu, tergantung dari hasil pemeriksaan tersebut.
Setelah tahapan karantina, kera-kera besar kalimantan ini mengikuti tahapan sosialisasi. Nah, ditahapan inilah mereka (orangutan) masuk sekolah. Jam belajar dimulai dari pukul 07.00 sampai dengan 16.00 WIB, selepas itu mereka harus kembali ke kandang yang luas yang terbuat dari besi.
“Di sekolah hutan individu orangutan berusia tiga tahun di kelas satu. Setelah mereka dipisahkan dari grup bayi yang usianya dari nol bulan hingga dua tahun,” sebut Monterado, sambil mengajak saya melihat dari balik dinding kaca, bagaimana orangutan yang telah lulus sekolah beradaptasi dengan orangutan lainnya dalam satu kandang.
Sebanyak 10 orangutan yang telah selesai menjalani sekolah hutan di Nyaru Menteng terlihat memanjat, bergantung dari satu tali ke tali yang lain. Tali terbuat dari ban bekas. Ada yang duduk di pojok, sambil menghabiskan sisa rotan muda yang masih di tangan. Ada juga yang berjalan ke kiri ke kanan, layaknya seorang satpam memantau kawan-kawan mereka yang sekandang.
“Orangutan di sekolah hutan belajar mencari makan sendiri yang diawasi dan dibantu oleh baby sister. Di sekolah hutan Yayasan BOS Nyaru Menteng, satu pengasuh membantu lima hingga tujuh individu orangutan. Adapun di kelompok bayi orangutan, satu individu bayi satu pengasuh. Kini ada sekira 47 baby sister di Yayasan BOS Nyaru Menteng,” sebut Monterado.
Ia menjelaskan, orangutan disekolahkan untuk mengenal kehidupan alami mereka. Misalnya ada yang tidak bisa memegang dahan, diajarkan bagaimana memegang dahan, ada yang tidak bisa memanjat pohon, diajarkan memanjat pohon hingga ketinggian, dan begitu seterusnya. Tujuan dari pembelajaran ini membuat orangutan kembali ke sifat alami mereka, sehingga bisa dilepasliarkan kembali ke hutan,” jelas Monterado.
Kera-kera besar yang direhabilitasi di sini mengikuti sekolah hutan dari kelas satu hingga kelas sembilan, disesuaikan dengan kenaikan kelasnya dengan usia dan kepintaran orangutan dalam pelajaran yang dikecapnya saat di sekolah.
Kata Monterado, orangutan dari kelas satu sampai dengan kelas sembilan diajarkan memanjat, mencari makanan di hutan, membuat sarang, dan bagaimana menghadapi musuh alami, yaitu ular dan biawak besar. Orangutan kelas satu, diajarkan dasar-dasar saja. Kemudian tahapan selajutnya pelajaran, akan didapatkan sesuai dengan tingkat kelas.
Lelaki yang mengenakan seragam kerja cokelat muda itu mencontohkan. Jika di kelas satu, orangutan diajarkan memanjat pohon dengan ketinggian dua meter, setelah naik kelas tiga akan diajarkan memanjat pohon di atas dua meter. Begitu seterusnya. Hinga kelas sembilan, orangutan bisa memanjat pohon dengan ketinggian di atas 25 meter.
“Wardah sudah melewati itu semua. Dia tinggal menunggu usianya 12 tahun untuk dilepasliarkan ke Hutan Lindung Bukit Batikap, menjalani hidupnya sebagai orangutan liar sejati. Inilah tujuan akhir rehabilitasi,” kata Monterado pada waktu itu.
Program Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah di Nyaru Menteng didirikan pada 1999. Sejak didirikan yayasan ini telah menyelamatkan sekira 1.047 individu orangutan.
“Pada 2012 hingga pertengahan 2014, yayasan ini sudah melepasliarkan orangutan Kalimantan sebanyak 131 individu orangutan,” kata Monterado di ruang tamu yang bersebelahan dengan pos penjaga.
Peran Orangutan Bagi Pelestarian Alam
Orangutan memiliki peran sebagai jaring pengikat ekosistem hutan. Dikenal juga sebagai satwa penyebar biji buah di alam dan pemelihara hutan. Di mana orangutan akan membuang biji-biji buah yang dimakannya. Sering kali biji tersebut dibuang dan terjatuh di daerah yang subur atau daerah yang sedikit memiliki pohon buah-buahan jenis tersebut. Kemudian biji-biji buah itu akan tumbuh menjadi pohon yang baru di hutan.
Orangutan memiliki peran menjaga kelestarian hutan. Karena hutan lestari sangat bermanfaat bagi manusia sebab hutan menyediakan sumber penghidupan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Hutan lestari juga menyediakan banyak udara bersih bagi kehidupan manusia, selain itu juga akan melindungi manusia dari bahaya banjir, tanah longsong, dan kekeringan. Itu mengapa sangat penting menjaga habitat orangutan dari kepunahan dan serta keberadaan orangutan di hutan. (Tulisan yang sama pernah diterbitkan dalam buku tentang liputan lingkungan oleh LPDS Jakarta)