Gambar: Ist

MEDAN | fjpindonesia.com – Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) bekerja sama dengan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (PUSSIS-UNIMED) serta Rumah Sejarah Medan, akan menggelar Pameran Satu Abad Surat Kabar yang Terbit di Sumut (1923-1970).

Kegiatan yang dilaksanakan dengan memanfaatkan momentum Hari Pers Nasional ini akan digelar di kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu), Jalan Diponegoro Medan, selama tiga hari (6 hingga 8 Februari 2019).

Pameran ini akan menampilkan sekitar 80 koran, baik berupa repro maupun asli yang diperoleh dari Belanda, Jerman dan kota-kota lain di Jawa. Hal ini menunjukkan perjalanan pers di Sumut yang sangat mengangumkan. Di antara koleksi tersebut sebagaimana yang dicatat Mohammad Said, mulai 1886 sampai 1942 saja, terdapat sebanyak 133 penerbitan di daerah Sumut dan ini tidak bisa ditandingi kota-kota manapun di Asia Tenggara.

“Ada puluhan koran yang usianya sudah ratusan tahun bahkan lebih pada pameran ini. Ini sangat penting bagi akademisi dan tentunya juga pers kita sendiri, untuk menjadi cerminan dan mengingat kuatnya perjuangan media di Sumut ratusan tahun lalu. Jadi ini sangat sayang bila kita lewatkan, apalagi kita perlu menunggu satu tahun lagi untuk melihat pameran ini lagi,” kata Kepala Biro Humas dan Keprotokolan Setda Provsu Ilyas Sitorus, saat dijumpai di kantornya, Senin (4/2/2019).

Sejarawan dari PUSSIS-UNIMED, Ichwan Azhari menyebutkan, dalam sejarah pers tersimpan data sejarah politik suatu bangsa, sejarah agama, budaya, sosial dan ekonomi. Sejarah pemikiran bahkan sejarah alam yang sangat kaya. “Media berperan penting untuk mengkonstruksi negara, meski pada masa itu negara belum ada,” demikian ujar Ichwan, Selasa (5/2/2019) di Medan.

Dimana, lanjut dia, pers tidak hanya sekadar menyajikan berita, akan tetapi juga menampilkan perjuangan satu era tertentu. “Misalnya, kalau media tersebut terbit di masa Belanda, maka media tersebut akan menentang kolonialisme, menampilkan semangat nasionalisme. Sementara pada media yang terbit pada 1945-1949, sebagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan,” katanya lagi.

Dicontohkannya, media Benih Merdeka yang terbit tahun 1916 di Medan. Media ini sangat subversif karena berani melawan kolonialisme dengan menamai korannya Benih Merdeka. Tak hanya itu, bahkan tagline koran ini juga langsung menyebutkan, ‘Organ Oentoek Menoentoet Keadilan dan Kemerdekaan’. Koran Benih Merdeka tidak lagi bicara isu ke daerah, namun sudah lebih meluas untuk membangun semangat nasionalisme.

“Koran-koran ini jauh lebih kuat untuk menumbuhkan kesadaran nasional, untuk itulah jika kita ingin mengetahui jejak bagaimana masyarakat menumbuhkan kesadaran nasional pada masa itu bisa dilihat melalui pers,” terang Ichwan.

Menurut Ichwan, perjuangan yang dilakukan pers ini sangat penting untuk dipamerkan. Mengingat selama ini perjuangan pers tersebut tidak pernah dituliskan. “Makanya pameran ini penting untuk menggugah kesadaran nasional kita yang lahir dari pers,” demikian pungkas Ichwan. (Anggia)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini