RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021, setelah sempat gagal dibahas pada Prolegnas 2014-2019 lalu. Sejak diusulkan pada 2012, para pendukung tetap berusaha mengawal RUU ini bisa segera disahkan DPR RI. Kampanye meluas dengan edukasi dan petisi masih berlangsung hingga kini.
Seperti webinar yang digelar oleh Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerja sama dengan IDN Times dan The Body Shop Indonesia, Sabtu siang (20/3) tadi. Dihadiri oleh sekira 98 peserta, hadir 4 pembicara yang memaparkan pandangan, kegiatan kampanye, dan hasil penelitian terkait kekerasan seksual berbasis gender yang menjadi konsern dalam RUU PKS ini. Pembicara tersebut yakni Megawaty (Program Officer INFID), Ika Putri Dewi MPSi (Psikolog Yayasan Pulih), Yulianti Muthmainnah (Ketua Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan), serta Ratu Ommaya (PRC Manager The Body Shop Indonesia), dan dimoderatori oleh Mela Hapsari (FJPI). Webinar ini membahas pentingnya pengesahan RUU PKS. Sebab merupakan undang-undang yang disusun berbasis pengalaman korban, pendamping korban, dan pihak pemerintah yang berkepentingan. Di dalam RUU ini selain ada penegakan hukum pada pelaku, ada juga jaminan yang dimonitoring oleh pemerintah terhadap pemulihan korban. Hal ini tidak diakomodir oleh undang-undang yang sudah ada.
Kekerasan Naik di Masa Pandemi
Kekerasan berbasis gender di masa pandemi covid 19 semakin naik. Ketua Umum FJPI Uni Lubis menyebut, dari sidang tahunan UN Women baru-baru ini tercatat data yang sangat mencengangkan. Krisis diskriminatif pada perempuan terbesar di dunia terjadi pada masa pandemi, yakni 1 di antara 3 perempuan. Bentuk-bentuknya terjadi pada kehamilan yang tidak diinginkan, pernikahan anak, kekerasan oleh intimate partner pada perempuan. Di sinilah pentingnya pemerintah hadir melalui keberadaan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, sebut Uni.
“Ada strongly reminder dari Ibu Menlu Retno Marsudi pada webinar tentang perempuan dan perdamaian dunia kemarin, bahwa investing in women means investing in brighter future. RUU PKS adalah investing negara pada perempuan,” tegasnya.
Didukung Masyarakat Mayoritas
Dari hasil studi INFID, tercatat ada sekira 70,5% masyarakat setuju RUU PKS segera disahkan, dan ada 20,1% yang tidak setuju. Sementara ada 17,1% yang menganggap RUU PKS ini kontroversi dan bertentangan dengan nilai agama. Persentasi ini menunjukkan bahwa dukungan masyarakat harus lebih meluas lagi. Edukasi untuk memberi pemahaman bahwa fenomena kekerasan seksual ini ibarat gunung es, dimana banyak kasus yang tidak dilaporkan ke aparat hukum karena korban mendapat ancaman, tekanan ketakutan identitas diri akan terkuak, dan proses hukum yang kurang berpihak pada korban.
Ika Putri Dewi menyebut, kekerasan seksual merenggut rasa aman korban. Ini merupakan pelanggaran HAM berat yang menyebabkan pelanggaran-pelanggaran HAM lain yang membuat korban banyak yang trauma bahkan bunuh diri karena merasa masa depannya telah hancur.
“Akar kekerasan berbasis gender ada beberapa hal, yakni penyalahgunaan relasi kuasa, perspektif HAM dan gender yang minim di masyarakat. Selain itu, budaya patriarki dan ketidakadilan gender. Ini yang harus dikikis sehingga kekerasan seksual tidak terjadi, atau setidaknya diminimalisir oleh semua orang,” ujar Ika.
Hal senada juga diungkapkan oleh Yulianti Muthmainnah. Menurutnya, pertarungan agama dan budaya terkait RUU PKS ini karena kurangnya pemahaman terhadap konsep RUU PKS dan agama itu sendiri. Minimnya keberpihakan kepada perempuan dan korban kekerasan seksual menyebabkan kontroversi yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, dalam agama apapun kejahatan seksual adalah dosa. Ia mengatakan, semua orang harus mengajak seluruh anggota keluarga mereka agar tidak menjadi pelaku kekerasan seksual supaya tidak masuk neraka, bukan malah membela dan menutup-nutupi.
“Kenapa pelaku perkosaan harus diberi inisial namanya di media? Kenapa tidak diumbar saja seperti tersangka teroris, korupsi, atau pembunuhan? Media juga berperan penting dalam persoalan ini, karena bisa menggiring opini publik,” kata Yulianti.
Semua Peduli, Semua Terlindungi
The Body Shop Indonesia konsisten bergerak bersama elemen pendukung RUU PKS lainnya untuk mengawal hingga disahkan oleh DPR RI menjadi undang-undang. CEO The Body Shop Indonesia Aryo Widiwardhono yang bicara di awal webinar mengatakan keprihatinannya atas fenomena gunung es kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia, dimana hanya sedikit korban yang melapor. Sejak awal RUU PKS diusulkan ke DPR RI, The Body Shop Indonesia ikut turun tangan karena isu ini menjadi salah satu isu yang diusung oleh The Body Shop, selain isu lingkungan. Dengan slogan “Semua Peduli, Semua Terlindungi”, The Body Shop mengajak semua masyarakat konsern terhadap upaya ini. Sebab, korban tidak hanya perempuan, tidak hanya muda, laki-laki dewasa dan anak laki-laki juga bisa menjadi korban kekerasan seksual.
Public Relation and Community The Body Shop Indonesia, Ratu Ommaya menyebut telah menyerahkan 421.218 petisi kepada Komisi 8 DPR RI dan per tanggal 19 Maret 2021 telah ada 428.865 petisi terkumpul yang mendukung pengesahan RUU PKS. “Kami yakin akan masih akan bertambah lagi petisi dukungan yang masuk. Karena inilah tugas kita bersama mengkampanyekan pengesahan segera RUU PKS, untuk melindungi kita semua, terutama perempuan,” tukas Ratu.