Selasa malam, di akhir Januari 2023, Yayasan Srikandi Lestari menggelar Malam Solidaritas di Literacy Coffee Medan. Acara diisi dengan diskusi tentang krisis iklim akibat PLTU dan panggung seni. Acaranya sederhana dan dihadiri sejumlah mahasiswa dari beberapa kampus di Medan dan mitra gerakan Srikandi Lestari. Acara ini digelar untuk mengumpulkan donasi untuk membeli solar panel bagi warga terdampak PLTU Pangkalan Susu dan Dusun Sei Minyak yang selama puluhan tahun belum teraliri listrik.
Solar panel ini dipakai untuk alat pembangkit listrik tenaga surya. Harganya tergantung kapasitas yang dihasilkan. Semakin besar arus, semakin mahal harga solar panelnya. Di Indonesia solar panel sudah banyak dipasang sebagai salah satu cara untuk menghemat biaya listrik, serta mewujudkan rumah ramah lingkungan. Menurut Srikandi Lestari, Indonesia yang kaya sinar matahari, bisa menggunakan metode ini. Selain itu, di daerah-daerah terpencil yang sulit teraliri listrik, solar panel bisa menjadi solusi.
Narasi soal energi terbarukan dengan solar panel ini sudah tersebar luas, namun belum dijadikan kebijakan publik oleh pemerintah sehingga penggunaannya masih sporadis. Sebaliknya, pemerintah Indonesia lebih memilih membangun PLTU yang memberi dampak polusi yang sangat merugikan.
Srikandi Lestari yang merupakan organisasi swadaya masyarakat telah beberapa tahun terakhir mendampingi warga Pangkalan Susu yang menuntut PLTU Pangkalan Susu segera dihentikan operasionalnya. Selain menyebabkan berbagai penyakit karena polusi yang dihasilkan, mata pencaharian warga sebagai petani dan nelayan juga terusik karena kerusakan lingkungan, air dan tanah.
Bersama sejumlah LSM di Indonesia yang beraliansi dalam gerakan #BersihkanIndonesia, Srikandi Lestari melakukan kerja-kerja penguatan kapasitas dan advokasi kepada warga terdampak. Dengan visi dan misi energi terbarukan untuk kehidupan yang lebih ramah lingkungan, Srikandi Lestari juga turut mengkampanyekan krisis iklim dan perubahan cuaca yang menyebabkan banyak bencana di dunia, namun belum berhasil menimbulkan radikalisme masyarakat betapa seriusnya masalah ini.
Dalam diskusi Direktur Srikandi Lestari, Mimi Surbakti menyebutkan bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani krisis iklim. Padahal dampaknya sudah dirasakan, mulai dari gagal panen, bencana alam, yang menimbulkan kerugian ekonomi dan merenggut korban jiwa. Indonesia masih menggunakan PLTU sebagai sumber energi listrik dengan batubara sebagai bahan bakarnya, padahal negara-negara lain terutama Eropa sudah melarang penggunaan batubara karena dampak negatif yang ditimbulkannya bagi masyarakat.
“Batubara tidak seharusnya digunakan umat manusia untuk apapun karena dia itu limbah perut bumi. Namun karena banyak yang kaya raya dari tambang batubara di Indonesia, dipaksakanlah batubara ini dipakai, yang celaka masyarakat di sekitar tambang dan sekitar PLTU,” ungkap Mimi.
Ia sangat menyayangkan sikap pemerintah yang mengabaikan kesehatan dan kesejahteraan warga Pangkalan Susu karena terus mengijinkan operasional PLTU. Padahal listrik Indonesia telah surplus. Ironinya lagi, tak jauh dari PLTU beroperasi, Dusun Sei Minyak Kecamatan Sei Lepan, Langkat, tidak teraliri listrik selama puluhan tahun.
Atikah, akademisi sekaligus pengamat sosial yang turut hadir sebagai pemantik diskusi mengatakan pemerintah Indonesia tidak demokratis dalam persoalan energi kelistrikan. Atikah menyebut oligarki yang menempel pada pemerintahan Indonesia saat ini menghasilkan kebijakan publik yang timpang terkait hal itu.
“Kita harus kritis terhadap situasi kebijakan publik saat ini jika tidak ingin kerusakan struktural di masyarakat akan semakin parah ke depannya. Kita harus membuat gerakan yang struktural juga supaya kegelisahan ini menjadi beban bagi semua orang bahwa itu harus segera diperbaiki,” ujarnya.
Kegelisahan-kegelisahan yang dimaksud Atikah juga turut diungkapkan dalam panggung seni. Puisi-puisi dan monolog yang ditampilkan malam tadi adalah suara-suara pergolakan yang mengkritisi situasi negara kita saat ini. Bahwa generasi hari ini tidak boleh membiarkan ketidakadilan, pembodohan, dan pembungkaman terus terjadi.
Mimi Surbakti mengatakan acara Malam Solidaritas ini akan menjadi agenda bulanan yang digelar di Literacy Coffee. Selain untuk membuka ruang diskusi kritis, silaturahmi, juga untuk menggalang donasi bagi kepentingan sosial. Di panggung, MC menyebut pihak-pihak yang memberi donasi dan total donasi yang terkumpul, serta mengajak donatur untuk ikut dalam melihat penerima donasi di lapangan dan keperluan yang diakomodir. (Diana Srimilana Saragih)