Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit yang ditakuti masyarakat karena menyebabkan kecatatan permanen. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit kuno yang telah ada di dunia sejak 300 SM. Menurut data Kementrian Kesehatan RI, sepanjang tahun 2013 terdapat penderita kusta baru sebanyak 16.825 kasus. Jumlah ini menempatkan Indonesia di posisi ke tiga untuk kasus kusta terbanyak di dunia setelah India (134. 752 kasus) dan Brazil (33.303 kasus).

Menurut dr. N.G. Hikmet, M.Kes, Kepala Bidang Bina Pengendalian Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara saat ini ada 173 orang pasien penderita kusta yang ditangani Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara melalui rawat jalan di berbagai rumah sakit, dan puskesmas yang ada di Sumatera Utara.

Bakteri penyebab kusta banyak hidup pada mukosa dari saluran pernapasan atas. Penularan kusta dapat melalui udara antara lain cairan bersin, batuk, maupun ingus penderita. Namun, Hikmet juga menjelaskan bahwa penyakit kusta bukanlah penyakit yang mudah menular. Dari 100 orang yang terpapar bakteri penyebab kusta (Mycobacterium leprae), hanya 5 % yang berpotensi terkena kusta, terutama pada orang yang kurang gizi, memiliki imunitas tubuh rendah, dan sebelumnya telah terkena infeksi penyakit lain yang membuat pertahanan tubuhnya lemah.

Kusta tidak menular melalui bersentuhan misalnya bersalaman, dan berpelukan. Meski demikian Hikmet menegaskan pentingnya PHBS atau Pola Hidup Bersih dan Sehat bagi masyarakat, seperti misalnya mencuci tangan setelah berpergian atau sebelum makan, dll.
Penyakit ini merupakan penyakit menahun yang menyerang saraf, tepi, kulit, organ dan jaringan tubuh. Hikmet menambahkan gejala kusta antara lain adalah munculnya bercak putih di kulit mirip panu. Bercak putih karena kusta biasanya diiringi dengan mati rasa jika bagian tersebut disentuh, diusap, bahkan ditusuk dengan jarum karena telah terjadi kerusakan saraf pada area tersebut. Selain itu, jika diamati ketika berkeringat, area pada bercak putih tersebut kering atau tidak basah oleh keringat.

Hari Kusta Sedunia 25 Januari 2015 mengusung tema Hilangkan Stigma, Kusta Bisa Sembuh Tuntas mengajak masyarakat untuk tidak mengucilkan para penderita kusta maupun Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK). Jika ditangani dini kusta dapat disembuhkan tanpa menimbulkan kecatatan. Stigma dan diskriminasi yang dialami penderita kusta bahkan yang sudah sembuh membuat mereka sulit kembali ke masyarakat. Tidak hanya karena faktor masyarakat yang sulit menerima keberadaan mereka karena faktor kecatatan fisik, namun juga masalah psikologis dalam diri OYPMK yang sulit untuk menerima keberadaan mereka sendiri, tidak percaya diri, takut tidak diterima, dan dikucilkan. Untuk itulah perlu upaya sosialisasi kepada masyarakat untuk menghentikan stigma kepada para penderita dan orang yang pernah mengalami kusta.

Dinas Kesehatan mengurus pengobatan para penderita kusta dan setelah sembuh penanganan diserahkan kepada Dinas Sosial untuk membantu para OYPMK untuk kembali ke masyarakat dan mandiri. Kepala Bidang Pelayanan Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara,Sri Harnita Lubis, SE. MM., menjelaskan saat ini ada 973 orang yang pernah mengalami kusta dalam penanganan Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara.

Ia mengakui belum maksimalnya penanganan dan pelayanan untuk OYPMK antara lain karena baru satu tahun ini dilakukan proses serah terima dari Dinas Kesehatan ke Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara. Selain upaya sosialiasi, nantinya akan ada program-program Dinas Sosial, terutama untuk memberikan ketrampilan kepada para mantan penderita kusta ini agar dapat mandiri dan berguna di masyarakat.

Sementara pengamat sosial Sohibul Ansor Siregar menjelaskan untuk menghilangkan stigma perlu dilakukan upaya sosialisasi tidak hanya oleh pemerintah, namun juga media massa memegang peranan penting. Sohibul juga mengingatkan bahwa pemberianpelatihan ketrampilan harus disesuaikan dengan kondisi kecatatan masing-masing OYPMK, misalnya memegang bolpoin pun sulit, apalagi untuk mencangkul sawah. Belum lagi masalah sosial lain yang harus diperhatikan dengan adanya penderita kusta yang menjadi pengemis di persimpangan jalan ataupun di pasar-pasar. Bisa jadi ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan kondisi para orang yang pernah mengalami kusta ini untuk kepentingan mereka. (Mela Hapsari)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini