BANDA ACEH | fjpindonesia.com – Pesta Demokrasi akan berlangsung tidak lama lagi, 17 April 2019. Para calon legislative (Caleg) sedang berkampanye, agar dipercaya dan dipilih sebagai wakil rakyat di parlemen. Namun tidak mudah bagi Caleg perempuan di Aceh karena masih ada penolakan dari sebagian masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.
Balai Syura bersama bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bersama ulama Aceh, guna membahas tentang Kepemimpinan Perempuan, pada Selasa (12/2/2019) lalu, di Banda Aceh.
Hasil dari pertemuan yang dihadiri oleh 16 peserta yang hadir dari unsur tokoh agama, akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar- Raniry, tokoh perempuan, Dinas Syariat Islam, Kesbangpolinmas, dan Baitulmal Aceh, sepakat mendukung kepemimpinan perempuan di Aceh, baik di parlemen, maupun di pemerintahan.
Kepala DP3A Aceh, Nevi Aryani pada kesempatan tersebut mengatakan, bahwa FGD ini merupakan aksi penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan masukan dari para ulama terhadap kepemimpinan perempuan, sehingga upaya yang akan dilakukan untuk mendukung kepemimpinan perempuan dapat dilakukan dengan lebih baik.
Sebab menurut, Nevi mengenai partisipasi perempuan di ruang publik merupakan salah satu hak perempuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
“Aturan lebih teknisnya disusun melalui Qanun No. 6 Tahun 2009 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Presidium Balai Syura, Khairani Arifin secara terpisah, Sabtu kemarin (16/2/2019) di Banda Aceh kepada AcehNews.net mengatakan, ada langkah progresif yang telah dilakukan oleh perempuan Aceh dengan melahirkan Piagam/Charta Urueng Inong Aceh pada 2008 lalu. Di dalam piagam tersebut kata Khairani, menuliskan tentang hak-hak perempuan yang perlu dipenuhi oleh pemerintah.
“Salah satu isi dari piagam tersebut antaranya adalah mengenai partisipasi perempuan di ranah publik atau kepemimpinan perempuan. Di Indonesia, hanya Aceh yang berhasil melahirkan piagam tersebut yang didukung oleh Gubernur Aceh dan para tokoh, serta petinggi di level provinsi dan kabupaten/kota,” papar Khairani.
Untuk itu kata Khairani dengan adanya piagam Urueng Inong Aceh itu, semakin memperkuat langkah perempuan Aceh menuju kursi dewan dan pemerintahan.
Dari pertemuan bersama ulama dan pemerintah, Selasa lalu, yang Khairani juga hadir dalam diskusi itu. Hasilnya melahirkan kesepakatan dan rekomendasi untuk mendukung kepemimpinan perempuan di Aceh.
“Ruang kajian seperti ini penting untuk terus dilakukan guna menguatkan pandangan masyarakat khususnya generasi sekarang tentang kepemimpinan perempuan di Aceh,” kata khairani.
Sementara itu, Pemerintah Aceh melalui Dinas Syariat Islam dan DP3A Aceh, bersinergi untuk menjalankan program-program kerjanya dalam mendukung kepemimpinan Perempuan di Aceh yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam.
Dinas Syariat Islam Aceh secara khusus menyampaikan pandangannya, sangat mendukung dan tidak bermasalah dengan kepemimpinan Perempuan di Aceh. Karena menurut Husni, M. Ag, Kepala Bidang Bina Hukum Syariat Islam dan Hak Asasi Manusia Dinas Syariat Islam Aceh, deklarasi Syariat Islam berorientasi pada masa depan tapi tidak meninggalkan masa lalu apalagi yang masih bermanfaat dan dapat dilanjutkan pada saat sekarang.
“Kami memandang perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menjadi pemimpin. Untuk itu, perlu melakukan perubahan opini publik dengan mempublikasi secara terus menerus tentang statemen ulama-ulama yang mendukung kepemimpinan perempuan, upaya publikasi ini berharap dapat menenangkan situasi,” sarannya.
Menurut Husni, publikasi ini dapat dilakukan melalui media atau pemasangan baliho ataupun melalui forum-forum lainnya.
“Dinas Syariat Islam memiliki rencana untuk mendorong lahirnya Qanun tentang Siasah Syariat yang juga akan mengangkat tentang kepemimpinan yang akan disesuaikan dengan apa yang telah diatur dalam Qanun No. 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam. Ada 10 item syarat menjadi pemimpin dan tidak ada kata atau kalimat yang menghalangi perempuan menjadi pemimpin,” demikian pungkasnya. (Saniah LS/AcehNews.net)