Medan – Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-15 dengan sejumlah kegiatan seru. Pada Jumat (23/12/2022) perayaan dilakukan secara virtual dan dihadiri oleh anggota FJPI dari berbagai daerah. Ketua Umum FJPI, Uni Lubis mengatakan bahwa perayaan HUT FJPI kali ini cukup berbeda, sebab dilakukan dengan berbagai hal-hal seru dan menarik. Uni juga mengingatkan seluruh jurnalis perempuan untuk tetap profesional dalam bekerja.

“Harus profesional (bekerja), dan tentu saja jangan lupa untuk bahagia. Organisasi profesi kuat ketika anggota-anggotanya kuat dan kompak,” ujarnya.

Pada perayaan kali ini, dilakukan berbagai kegiatan seru untuk menambah kekompakan organisasi. Di antaranya lomba TikTok, pamer dan makan menu makanan tradisional, games dan sharing sessions dari tiap-tiap cabang. HUT FJPI ke-15 ini juga ditandai dengan terbentuknya cabang FJPI ke-17 di Sulawesi Utara. Dengan demikian, saat ini FJPI sudah ada di 17 provinsi yang ada di Indonesia.

Hanung Bramantyo Nimbrung

Dalam kegiatan itu juga, salah satu sutradara film kebanggan Indonesia, Hanung Bramantyo, ikut nimbrung memberikan kejutan dengan turut hadir secara virtual, menjelang sesi akhir acara. Hanung diundang langsung oleh Uni Lubis tanpa pengumuman kepada jurnalis perempuan yang hadir alias menjadi surprise guest star (bintang tamu kejutan) selama lebih kurang 20 menit untuk ngobrol dengan FJPI.

Hanung Bramantyo berbagi pengalaman tentang film dengan FJPI secara virtual.

Dalam kesempatan itu, Hanung membagi pengalamannya secara garis besar terkait proses kreatif pembuatan film, dan bagaimana media audio visual yang memungkinkan bagi siapa saja untuk mengasah rasa empatinya. Dia memberi contoh tentang penegakan hukum di Indonesia.

“Sikap kritis terhadap situasi itu harus dipunyai, apalagi yang menyangkut ketidakadilan hukum dan sosial. Itu harus selalu diasah, agar karya dan tulisan kita punya makna. Cuma masalahnya adalah kita dibatasi dengan UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik),” ungkap Hanung.

Sutradara film Seokarno dan Bumi Manusia ini memberikan contoh pada salah satu film garapannya, yaitu Miracle in Cell No. 7. Film remake dari Korea Selatan itu bercerita tentang ketidakadilan yang dihadapi oleh seorang pria yang menyandang disabilitas mental. Bagaimana seorang pembuat film di Indonesia harus tetap menyuguhkan film berkualitas namun tidak memiliki potensi delik atau celah hukum.

“Baju hakim pada sidang kasus pidana di film Miracle in Cell No. 7 itu berbeda dari baju hakim pengadilan pidana di Indonesia pada umumnya. Biar kalau saya dituntut, saya bisa katakan bahwa itu bukan di pengadilan Indonesia, itu di pengadilan Miracle in Cell No. 7,” ujarnya.

Hanung menambahkan, UU ITE dapat menjerat siapa saja, termasuk jurnalis yang mencari dan menyiarkan berita. Namun demikian, dia tetap mengapresiasi langkah-langkah jurnalis yang menjalankan tugas dengan baik tanpa intervensi dari pihak manapun.

“Teman-teman semua bisa menyuarakan tanpa diintervensi. Susah kan kalau kita di suatu zona yang sudah tak independen,” ujarnya.  (jp/Linggauni)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini