Aksi buruh di Medan, Senin (1/5/2017). foto : MARINI

Ratusan buruh turun ke jalan dalam peringatan Hari Buruh Nasional atau Mayday, Senin (1/5). Tak hanya, buruh, mahasiswa dan organisasi masyarakat juga turut ambil bagian. Mereka melakukan longmarch dari Bundaran Gatot Subroto, Gedung DPRD Sumut dan Lapangan Merdeka.

Mereka menamakan Gerakan Rakyat Melawan ini mengenakan busana berwarna merah dengan membawa spanduk berisi tuntutan buruh untuk pemerintah. Di antaranya adalah Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FBSI) Sumut, SPMS-Formas, HMI FISIP Universitas Sumatera Utara, SPI, SPIN, Formagamka, Pertanian Universitas Medan Area, ISPMI, KontraS, LBH Medan juga SBSI 92. Setidaknya ada 21 organisasi yang ikut dalam aksi ini.

Bangun persatuan gerakan rakyat lawan rezim pasar bebas, kapitalisasi dunia pendidikan dan hapuskan politik upah murah Indonesia, adalah tuntutan pokok para buruh. Dalam pernyataan sikapnya, mereka mengkritisi pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla.

“Hari ini, 109 tahun sejak organisasi buruh pertama berdiri di Indonesia, dimana posisi kita kaum buruh kawan? Di bawah rezim Jokowi yang katanya lahir dari kelas buruh. Didukung oleh partai yang mengaku sebagai partai wong cilik, apakah kondisi buruh sudah makin membaik? Sudah tiga kali mayday dilewati sejak rezim ini berkuasa, faktanya butuh masih jadi alas kaki pijakan kaum modal,” seru Didi Herdianto, Kordinator Aksi.

Bahkan di bawah Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Hanif Dakhiri, lanjutnya, yang sempat aktif di dunia pergerakan, menjadi aktivis kaum tani dan buruh, nasib buruh masih belum sejahtera. Union busting atau pemberangusan serikat masih menjadi berita keseharian di mana-mana. PP 78 yang menghilangkan hak buruh untuk berunding menentukan upahnya memperberat nasib buruh. Sistem JKN BPJS, lebih buruk dari Jamsotek, massifnya penggunaan outsourching, kebijakan pemagangan siswa dan mahasiswa bekerja tapi tak diberi upah, ini adalah bentuk-bentuk pemelaratan buruh yang diketahui negara.

Aksi buruh di Medan, Senin (1/5/2017).
Foto : Marini.

“Maka naif sekali bila di tengah-tengah kondisi ini, kaum buruh malah merayakan Mayday dengan karnaval dan dangdutan. 109 tahun sejak VSTP berdiri, apakah kesadaran kita akan jauh lebih mundur dari para pendahulu kita. Sedang kita adalah kaum buruh yang jauh lebih terdidik. Maka, ayo jadikan Mayday ini tonggak gelora perlawanan, mogok besar-besaran. Ultimatum rezim untuk mencabut kebijakan outsourching, kebijakan magang, cabut PP 78, penjarakan pengusaha yang melakukan union busting,” tegasnya.

Dalam aksi ini mereka juga menyerukan tolak Revisi UU 13/2003 pro modal, wujudkan demokrasi kampus, pendidikan gratis, ilmiah demokrasi dna bervisi kerakyatan. Berikan jaminan kesehatan gratis untuk rakyat, stop perampasan tanah rakyat, lawan liberalisasi tenaga kerja. (N/jp)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini