Medan – Festival Literasi Merdeka untuk pertama kali digelar di Kota Medan, Sumatera Utara. Dihelat selama dua hari, Jumat dan Sabtu (29-30 November 2024), acara ini akan dilaksanakan di Gedung Juang ’45 Medan, Jalan Pemuda No. 17 Medan.
Kordinator acara, Diana Saragih, menyebutkan ada beberapa organisasi yang terlibat secara kolektif menginisiasi acara ini. Mereka adalah Forum Jurnalis Perempuan Indonesia, Inong Sejahtera Multimedia, Institut Sumatera, Rumah Literasi Ranggi, Yayasan Srikandi Lestari, Gema Prodem, Esensi Berita, dan Kabar Buen.
“Sebagai kelompok masyarakat yang komitmen dengan gerakan literasi dengan semboyan gigih, merdeka, dan setara, kami mencoba membuat event yang bisa mempertemukan banyak elemen masyarakat yang berkepentingan untuk pamer dan menyerukan tentang karya sastra, pemikiran kritis, keadilan, kebebasan berekspresi, kesetaraan, keamanan, dan banyak lainnya,” ujar Diana, di sela-sela persiapan pembukaan Festival Literasi Merdeka hari ini.
Ia juga mengatakan bahwa ada kelompok-kelompok kreatif yang juga hadir meramaikan acara dengan panggung seni, bazar buku, pameran foto, dan pemutaran film. Selain itu akan ada pojok baca yang bisa dikunjungi di lokasi acara untuk membaca buku-buku koleksi yang berasal dari sumbangan sejumlah organisasi maupun individu. Mulai dari buku-buku sastra, ideologi, buku anak-anak, dan banyak lagi. Selain itu juga, ada pemeran foto dari jurnalisfoto perempuan Sumatera Utara koleksi FJPI yang sudah dipamerkan di 4 kota lainnya beberapa bulan lalu, yakni di Surabaya, Pontianak, Manado, dan Sorong.
“Acara ini terbuka untuk umum dan gratis. Silakan datang dan menikmati acara-acaranya,” ujarnya.
Buku Penulis Sumut
Festival Literasi Merdeka memiliki visi dan misi meningkatkan ruang dan kualitas literasi berbasis lokal Sumatera Utara yang lebih tinggi. Hal ini ditandai dengan digelarnya acara forum diskusi penulis dan penerbit Sumatera Utara dalam rangkaian Festival Literasi Merdeka 2024.
Ketua FJPI Sumut yang juga seorang penulis buku, Nurni Sulaiman, mengatakan buku adalah sumber ilmu yang berawal dari pemikiran kritis yang menjelma kata-kata seruan untuk mendidik dan menghibur para pembacanya. Lebih dari itu, ungkap Nurni lagi, buku juga menjadi produk ekonomi yang dapat menggerakkan beragam profesi dalam industri media. Sumatera Utara menjadi salah satu provinsi yang sempat menjadi gudang penerbit dan penulis buku, memiliki potensi yang tinggi sebagai pasar buku. Mengingat sejumlah kampus besar berdiri di sini, dan penduduknya yang cukup besar.
“Sayangnya hal ini tidak diikuti dengan eksistensi penulis dan penerbit Sumatera Utara. Hal ini menyebabkan narasi tentang Sumatera Utara masih minim digarap dan digali sebagai produk yang populer,” ujar jurnalis The Jakarta Post ini miris.
Untuk itu, tambahnya, diperlukan suatu wadah dan kegiatan untuk mendorong ekosistem literasi yang subur untuk melahirkan penulis-penulis Sumatera Utara yang menguak ragam kekayaan tema budaya kelokalannya, yang kemudian menstimulasi geliat penerbit-penerbit buku di Sumatera Utara.
“Festival Literasi Merdeka hadir untuk mencoba menjawab kegelisahan itu. Mari bergabung dalam gerakan literasi ini, bersama-sama menciptakan ekosistem literasi yang gigih, merdeka, dan setara,” pungkasnya. (jp/rel)