Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumut menyatakan optimis atas terpilihnya Ramdeswati Pohan sebagai komisioner pengganti antar waktu (PAW) di Komisi Informasi Publik (KIP) Sumut. Terpilihnya salah satu jurnalis perempuan didalam KIP diharapkan menjadi awal mewakili perempuan mendapatkan informasi seluas-luasnya.
Kepada wartawan, Ketua FJPI Sumut, Khairiah Lubis menyebutkan, perempuan masih sering terhambat akses mendapatkan informasi. “Permasalahan akses atau hak informasi, khususnya bagi perempuan, masih berlangsung. Karenanya, kita optimis, terpilihnya Ramdeswati Pohan yang juga anggota FJPI, menjadi komisioner di Komisioner KIP Sumut. Jurnalis TV One yang telah bekerja selama 10 tahun ini diharapkan mampu mewakili perempuan. Banyak perempuan kesulitan mengakses informasi, misalnya pelaporan kasus-kasus KDRT, informasi kesehatan reproduksi terkait angka kematian ibu yang tinggi, informasi ekonomi tentang akses dunia perbankan yang masih diskriminasi terhadap perempuan, ” ungkapnya.
Padahal, lanjutnya, perempuan perlu mendapatkan akses informasi yang luas. “Peran ibu mengasuh anak, lalu terkait 82 persen anak yang lebih suka bertanya kepada ibu daripada bapak. Perempuan juga membutuhkan transparansi budgeting anggaran pemberdayaan perempuan.Apalagi, perempuan senantiasa dijadikan komoditas proyek sementara realisasi anggarannya tak jelas dan tak tepat sasaran.
Dalam politik misalnya, jumlah perempuan yang terjun ke politik meningkat seiring dengan Undang-undang Pemilu Nomor 8 tahun 2012 tentang keterwakilan perempuan 30 persen di setiap Dapil. Sayang, UU ini tidak didukung dengan keterbukaan informasi terhadap caleg-caleg perempuan, sehingga minim informasi tentang dunia politik,” tambahnya.
Dalam Milenium development goals (MDGs) yang disepakati kepala negara di PBB pada tahun 2000, Indonesia juga berkomitmen mencapai 8 hal di tahun 2015. “Dua di antaranya, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan meningkatkan kesehatan ibu.
Beberapa waktu lalu, FJPI dan KIP Sumut menandatangani mou tentang kerjasama dalam keterbukaan informasi di Sumut. FJPI berharap, program-program dalam MOU itu dapat dilaksanakan sehingga masyarakat semakin mengetahui peran KIP, dan tahu yang harus dilakukan jika terjadi permasalahan dalam keterbukaan informasi,” sebutnya.
Senada dengannya, Ramdeswati Pohan menyatakan, masyarakat harus dikenalkan pentingnya fungsi informasi publik. “KIP sendiri tidak ada sosialisasi karena kita menyelesaikan sengketa informasi. Namun, bagaimana mereka tahu sengketa informasi sementara masyarakat tidak tahu apa fungsi KIP. Target saya, ingin melakukan sosialisasi dari mulut ke mulut apa hak-hak yang harusnya masyarakat miliki,” katanya.
Terkait perempuan, lanjutnya, sosialisasi tentang hak-hak atas informasi juga harus dimaksimalkan. “Informasi itu disampaikan dari satu orang ke yang lainnya sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan terkait hak informasi hingga lini terkecil. Banyak pihak sering lupa lini terkecil seperti ibu rumah tangga yang paling sering berkaitan dengan informasi publik. Misalnya, di sekolah anaknya, hak untuk tahu buku yang dibeli anaknya itu apa, atau kemana dana BOS . Masyarakat kita, kan seringkali tidak memiliki hak atas informasi yang wajib diketahui,” ucapnya.
Fakta yang terkecil, lanjutnya, tidak boleh diabaikan, barulah meliputi yang lebih besar. “Itu masih yang kecil dulu, baru kita lihat lini yang lebih besar semisal proyek-proyek anggaran di badan publik. Setelah itu, barulah bisa menyelesaikan fungsi kita dalam hal menyelesaikan sengketa informasi,” jelasnya.