Medan – Dampak pandemi Covid-19 di awal 2020 – akhir 2021 menjadi perhatian banyak bidang karena polemik yang sangat memengaruhi pola kerja, hidup, dan pembelajaran masyarakat. Tak terkecuali bagi jurnalis perempuan.
Melalui Launching Survei FJPI dan Webinar “Sharing Strategi dan Kondisi Jurnalis Perempuan di Masa Pandemi” yang diadakan Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) bekerjasama dengan Kementerian Permberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak (KemenPPPA) pada Sabtu (25/6/2022) ini, terungkap beragam pengalaman para jurnalis perempuan yang berjuang untuk bertahan di masa pandemi. Hadir sebagai narasumber yakni Lia Anggia Nasution dari FJPI, Redaktur Senior Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudi, dan Asdep Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha KemenPPPA, Eko Novi ARD.
Dari survei terhadap 150 jurnalis perempuan dari seluruh Indonesia, Lia Anggia Nasution dari FJPI memaparkan bahwa permasalahan dalam pekerjaan yang dialami para jurnalis perempuan yaitu sebanyak 30 persen mengalami kesulitan akses dalam pekerjaannya di lapangan. Selain itu, sebanyak 26 persen mengalami keterbatasan ruang gerak, dan 18 persen mengalami dampak ekonomi seperti pengurangan gaji hingga PHK.
“Menghadapi berbagai masalah tersebut, beragam strategi dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, sebanyak 55 persen para jurnalis perempuan berusaha mengasah kemampuan dalam platform digital, dan 29 persen berusaha memperkuat jaringan dengan narasumber,” ungkap Anggia.
Selain itu, permasalahan yang sangat penting untuk dicermati adalah beban ganda yang dialami para perempuan. Beban ganda ini adalah situasi yang harus dipikul para perempuan jurnalis sebagai pekerja pers di satu sisi dan di sisi lain sebagai ibu rumah tangga, atau juga single parent, di ranah domestik.
“Berdasarkan hasil survei, sebanyak 42 persen perempuan jurnalis memikul beban ganda dan selebihnya mengaku tidak mengalami beban ganda,” tutur Anggia.
Sementara, Ninuk Mardiana Pambudi, menambahkan selain beban ganda yang dialami perempuan, kasus KDRT turut meningkat di masa pandemi. Beragam pengalaman para jurnalis perempuan pun mendorong Ninuk untuk mendesak Dewan Pers memiliki perhatian terhadap kesejahteraan jurnalis perempuan, terbebas dari isu ketrampilan, isu kekerasan hingga isu kurangnya kesejahteraan.
Ninuk juga mengajak seluruh jurnalis untuk memiliki perspektif kesetaraan gender dalam pemberitaan, agar dunia pers yang didominasi kaum pria, tidak meletakkan perempuan dan permasalahan yang dihadapinya sebagai wilayah domestik yang tidak perlu mengemuka di ruang publik.
Asdep Peningkatan Partisipasi Lembaga Profesi dan Dunia Usaha KemenPPPA, Eko Novi ARD, mengungkap dampak pandemi berlipat bagi perempuan pekerja khususnya. Selain membuat para perempuan wirausaha makin terpuruk dengan berkurangnya penjualan dan naiknya bahan baku, pembelajaran jarak jauh pun membuat tanggung jawab pengasuhan anak juga meningkat. “Bahkan sebanyak 34 persen menutup usahanya dalam waktu dekat,” tuturnya.
Berbagai kebijakan dan langkah strategis dilakukan pihak KemenPPPA untuk mendampingi dan memperkuat para perempuan wirausaha melewati masa pandemi. Namun Eko Novi menilai FJPI memiliki posisi yang strategis penyampaian informasi berperspektif gender untuk mengemuka ke ruang publik sekaligus mengikis pola pikir patriarki.
Ketua FJPI, Uni Lubis pun menegaskan, permasalahan yang dihadapi jurnalis perempuan ini harus menjadi perhatian di ruang publik. Ia mendorong Dewan Pers membuat Pedoman Penanganan Pelecehan dan Kekerasan Seksual untuk perusahaan media, sehingga bisa dijalankan.
“Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menyambut baik dan dan meminta hasil survei FJPI soal perempuan jurnalis selama pandemi dibahas dalam acara seminar dengan Dewan Pers,” ujarnya. (jp)