MESKIPUN masih sering terjadi ancaman dan kekerasan terhadap jurnalis, Indonesia termasuk baik dalam masalah kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
(Medan) Kebebasan pers dan kebebasan berekspresi masih menjadi permasalahan di berbagai negara di ASEAN. Guna melakukan monitoring dan pendataan kejadian pelanggaran hak-hak pers, Southeast Asian Press Alliance (SEAPA) bersama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia menggelar pelatihan “ Building the Alerts and Advocacy Network for Free and Safe Media in Indonesia” (30/10/2017), di Santika Dyandra Hotel Medan.
Pelatihan ini bertujuan untuk membangun mekanisme monitoring dan pelaporan terhadap ancaman serta serangan terhadap jurnalis dan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Indonesia.
Kathryn Roja G. Raymundo, Alerts Officer SEAPA mengatakan bahwa Indonesia menjadi harapan untuk kebebasan pers di Asia Tenggara. “Tidak semua negara di Asia Tenggara seperti Indonesia yang mempunyai batasan jelas jurnalis profesional dan bukan jurnalis. Sementara negara ASEAN lainnya seperti Laos, Vietnam dan Kamboja lebih sulit mendapatkan kebebasan karena jurnalis tidak diakui oleh negara, sehingga tidak mendapatkan perlindungan seperti layaknya pers di Indonesia,” jelasnya.
Pada era digital ini semua orang dapat menyampaikan pendapatnya melalui media sosial dan menjadi citizen journalists, sehingga tidak hanya kebebasan pers saja yang perlu dilindungi, melainkan juga kebebasan berekspresi dari masyarakat pengguna media sosial.
SEAPA mempersiapkan sebuah template pelaporan untuk memonitor kejadian kekerasan yang dialami oleh jurnalis. Form pelaporan ini mencatat kejadian intimidasi, peraturan yang membatasi kebebasan pers, penahanan, sensor, penyerangan, dan pembunuhan jurnalis. Jurnalis yang mengalami tindak kekerasan dapat melaporkan kejadian yang dialaminya ke SEAPA melalui FJPI.
Advocacy Officer SEAPA, Anisa Widyasari juga menjelaskan database hasil monitoring ini dapat digunakan untuk membantu jurnalis yang mengalami permasalahan kekerasan atau pelanggaran kebebasan pers di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara. SEAPA bisa membantu dengan membawa isu ini ke jaringan SEAPA seperti ke Dewan Pers dan jaringan internasional seperti PBB, dan spesial reporter internasional yang bisa menyampaikan isu ini ke pemerintah.
Pada forum pelatihan ini para jurnalis perempuan mengungkap berbagai kasus kekerasan yang terjadi pada para jurnalis di Medan. Kathryn Roja G. Raymundo menginformasikan dari data yang didapatkan SEAPA, jurnalis perempuan dan laki-laki mengalami permasalahan yang berbeda. Jurnalis perempuan wajib memiliki ketrampilan dan pengetahuan dasar untuk menjaga diri, dan melakukan tugasnya secara aman dan profesional.
Sementara itu, Ketua FJPI, Ramdeswati Pohan sangat mengapresiasi workshop yang diselenggarakan oleh SEAPA ini dan berharap pelatihan monitoring ini dapat membangun database yang bisa bermanfaat untuk pelaporan kasus yang dialami para jurnalis dan para jurnalis perempuan semakin profesional dalam menjalankan tugas. (mela/jp)