foto : jp

Seringkali apa yang dicita-citakan seseorang tidak sesuai dengan harapan. Namun, sepanjang pekerjaan itu dijalani dan dinikmati dengan rasa syukur, maka pekerjaan itu akan menjadi kesenangan bahkan mencintainya. Seperti yang dialami oleh Edy Purnawan. Cita-citanya sejak kecil itu menjadi seorang musisi atau seniman. Namun, sekarang ia berprofesi sebagai chef di salah satu hotel bintang lima di Kota Medan yakni, Hotel Grand Aston.

Tidak hanya sekedar menjadi seorang chef, pria kelahiran Tebing Tinggi, 14 Januari tahun 1984 ini juga banyak menyabet prestasi karena kreasinya membuat masakan dengan menu baru. Edy Purnawan bahkan dianugerahi sebagai Chef Of The Year peringkat kedua dari Unilever tahun 2012 yang lalu.

Edy Nurmawan mengisahkan, sejatinya ia tidak pernah terpikirkan menjadi soerang chef. Apalagi berkegiatan di dapur. Namun, karena keadaanlah yang membawa ia akhirnya tertarik untuk menggeluti dunia masak-memasak di Hotel Asean Medan pada 2004 silam.

“Dulu saya hanya pekerja dapur biasa di hotel Asean. Entah kenapa suatu ketika, saat salah satu chef di hotel itu pindah, koq saya yang ditarik jadi anak buah salah satu chef. Tadinya saya merasa bukan dunia saya, tapi lama-kelamaan karena saya harus tetap bekerja, ya saya nikmati kegiatan masak memasak di hotel itu,”kata anak pertama dari tiga bersaudara ini.

Tiga tahun menggeluti dunia koki di hotel Asean, pria yang beristerikan Fauziah Hanum Lubis inipun mengembangkan sayapnya dari hotel ke hotel. Setelah di hotel Asean, ia berhijrah ke Hotel Oasis di Banda Aceh, dan tak lama kemudian pindah ke salah satu hotel di Jakarta. Sekitar tahun 2007, Edy Purnawan pindah lagi ke Batam. Dan terakhir di tahun 2009, ia menetap di hotel Grand Aston, Medan. Dari mulai staf biasa, kini Edy Purnawan menjabat sebagai Sous Chef atau setingkat dengan manager.

“Di hotel Grand Astonlah, saya mulai mengembangkan karir saya. Saya mulai mengikuti kompetisi-kompetisi baik di tingkat nasional dan tingkat kota. Alhamdulilah, saya mendapat penghargaan peringkat kedua Chef Of The Year dari Unilever mewakili Sumut. Bagi saya itu bukan kompetisi biasa, karena saingan saya rata-rata sudah executive chef, sedangkan saya masih supervisor chef,” ucap alumni SMK Bhakti, Medan ini.

Edy mengaku sama sekali tidak pernah sekolah khusus di bidang masak memasak. Selama menggeluti karirnya, ia hanya belajar secara otodidak. Mulai dari banyak membaca buku dan info di internet. Tidak hanya itu, dari hobinya jalan-jalan keluar kota, ia juga banyak belajar dari hotel ke hotel dan restoran ke restoran. Mencicipi makanan khas di sana lalu membuat eksperimen sendiri di dapurnya.

“Saya dulu juga banyak belajar dari chef senior di Grand Aston, Pak Baharudin. Sekarang ia sudah pindah ke Jakarta mengurus restorannya sendiri,” ujar pemenang pertama kompetisi Magadong tahun 2013 karena ide kreatifnya membuat ubi jadi masakan yang berbeda.

Humas Indonesian Chef Assosiasion (ICA) Sumut yang sedang menabung untuk membuat restoran sendiri ini menambahkan, prinsipnya dalam menggeluti pekerjaannya adalah tidak pernah bosan mengelola ide baru untuk dikreasikan menjadi masakan yang bercita rasa tinggi.

“Masakan ini sudah di hati saya sekarang. Oleh karenanya, saya selalu ingin menciptakan menu-menu baru yang belum pernah dibuat orang lain. Kalau bisa, masakan biasa kita angkat menjadi masakan yang go internasional,” kata pria pecinta tempe goreng dan sambal tahu ini optimis. (jpE)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini