5 Pemenang Lomba Menulis #SahkanRUUPKS Kerja Sama FJPI, IDN Times, dan The Body Shop Indonesia.

Oleh Elvi Zadiana

LD dan AA, kakak beradik ini tinggal bersama ayah dan neneknya. Sepintas tak ada yang berbeda dari mereka, kecuali stempel merah keluarga pra sejahtera yang ada di tembok samping pintu masuk rumah. Di ruang 3×4 meter sebuah karpet yang warnanya telah pudar ada sebuah meja kecil. Karpet itu sedikit berbau apek dan lembab.

“Kemarin banjir, semua basah. Kasur dan karpet ini basah. Air masuk dari belakang,” keluh Nenek Fatimah.

LD menatap saya malu-malu sementara adiknya AA duduk di atas kursi busa yang telah koyak. Matanya menatap layar televisi berukuran 21 inchi terletak di tengah ruang tamu. LD dan AA adalah korban pencabulan yang dilakukan guru mengajinya.

Kasus pencabulan ini terjadi di 2019. Ada 15 korban anak namun hanya enam yang mengadukan ke polisi. Januari 2020 majelis hakim diketuai Yandri Roni bersama hakim anggota Oktafiatri Kusumaningsih dan Annisa Bridgestriana memvonis bebas pelaku pencabulan AL.

AL merupakan ASN di Dinas Pendididikan Provinsi, yang juga membuka belajar mengaji serta kursus sejumlah mata pelajaran lain bagi anak-anak di rumahnya di wilayah Simpang Tiga Sipin, Kotabaru, Jambi. Kegiatan ini sudah dilakukannya selama puluhan tahun.

Nenek Fatimah mengaku mulai curiga dengan pelaku karena dinilai terlalu baik dengan anak-anak. N dan M sempat menjadi penjual es keliling yang berasal dari pelaku.

“Anak-anak ini sering dikasih duit lebih setiap sudah jualan es dan makanan yang dibuat istri Pak Ambo itu. Saya awalnya juga bingung kenapa dia baik sekali dengan anak-anak,” sebutnya.

Pencabulan terungkap ketika salah seorang dari enam anak tersebut bercerita pada ibunya perihal perlakuan pencabulan yang dilakukan pelaku. Orangtua korban pencabulan ini melaporkan kekerasan seksual yang dialami anak-anaknya. Awalnya ada 15 anak yang melapor, ancaman baik lisan dan teror menghantui keluarga korban. Mereka bahkan dikucilkan di masyarakat, beberapa orangtua korban akhirnya mundur karena tidak tahan dengan tekanan yang dihadapi.

Hanya enam anak yang meneruskan kasus hingga pengadilan. Namun mereka tidak mendapatkan keadilan. Perkara tindak pidana pencabulan anak di bawah umur berujung vonis bebas.

Tangis kecewa dan luka menghantui korban dan keluarganya atas vonis bebas tersebut. Namun perjuangan tak henti dilakukan orangtua korban masih berharap pada kasasi yang diajukan melalui kejaksaan tinggi negeri Jambi ke Mahkamah Agung.

Kejanggalan Proses Persidangan

Asi Noprini Kepala Unit Pelayanan Terpadu Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UUPTD PPA) Provinsi Jambi mengatakan pasca vonis bebas ini membuat trauma pada anak-anak korban kekerasan seksual menjadi jauh lebih berat. “Beberapa korban trauma berat,“ katanya.

Mereka juga tidak mendapatkan pendampingan saat di peradilan. Anak-anak korban pencabulan ini berteriak dan ketakutan saat bertemu dengan pelaku. Padahal kata Asi, perlindungan khusus bagi anak dalam peradilan diatur dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak khusus pada pasal 59 A.

“Dalam persidangan tidak dihadirkan juga saksi ahli, walaupun semuanya sudah kami sampaikan pada pihak kepolisian”, katanya.

Asi menyambut baik kasasi yang diajukan, dan berjanji akan membantu dalam menyiapkan semua bahannya.

Buah Manis Perjuangan

Desember 2020, Neneng, orang tua salah satu anak korban pencabulan didampingi pendamping Beranda Perempuan yang selama ini mengawal kasus tersebut menggelar temu media. Neneng sesekali tersenyum dan menyapa rekan media yang hadir. Dia tampak bahagia pasca kasasi mereka diterima Mahkamah Agung. Pelaku diganjar 3 tahun penjara, meski awalnya tuntutan 6 tahun penjara sesuai dengan pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Anak.

“Kami apresiasi dan berterimakasih pada semua pihak yang membantu, Beranda Perempuan, Save Our Sister dan ternyata keadilan masih berpihak pada kami,” katanya.

Zubaidah, Direktur Beranda Perempuan mengapresiasikan putusan kasasi tersebut. Petikan putusan MA nomor 3080 K/Pid. Sus/2020, menyatakan mengabulkan kasasi dari pemohon dalam hal ini tim Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jambi, Serta membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jambi nomor 591/ Pid. Sus/2019 /PN. Jmb tanggal 23 Januari 2020.

“Ini merupakan perbaikan hukum yang selama ini masih permisif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan. Positifnya bagi korban menjadi lebih berani untuk melaporkan. Karena selama ini banyak korban lainnya yang masih takut,” jelasnya.

Neneng menambahkan kemenangan ini juga membuat korban dan keluarganya mampu mematahkan cibiran, tuduhan berbohong yang dilayangkan para tetangganya.

“Kami selama ini mendapatkan perlakuan dibawa parang dari keluarga pelaku, tapi kebenaran akan terungkap dan tidak ada perjuangan yang sia-sia. Buat ibu, anak perempuan lainnya jangan takut ketika mendapatkan perlakuan pemaksaan, kekerasan seksual harus lapor,” ungkapnya.

Menghancurkan Gunung Es Kasus Kekerasan Seksual

Indonesia berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang menyebutkan dalam kurun waktu 12 tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia naik hingga 800 persen. Terlebih di saat pandemic Covid-19 melanda, kasus kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) meningkat. Lembar Fakta dan Poin Kunci Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020 menunjukkan bahwa Kekerasan Berbasis Gender Online meningkat dari 126 kasus di 2019 menjadi 510 kasus pada tahun 2020. Bentuk kekerasan yang mendominasi adalah kekerasan psikis 49% (491 kasus) disusul kekerasan seksual 48% (479 kasus) dan kekerasan ekonomi 2% (22 kasus).

Dalam Kampanye Stop Sexual Violence The Body Shop® Indonesia: Semua Peduli, Semua Terlindungi Sahkan RUU P-KS  #TBSFightForSisterhood mengadakan Jurnalis Workshop: “Indonesia Darurat Kekerasan Seksual dan Pentingnya Pengesahan RUU P-KS  Melindungi Warga Negara Indonesia Dari Kekerasan Seksual” pada Maret 2021 lalu. Acara ini merupakan kerja sama Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), IDN Times, dan The Body Shop Indonesia.

Aryo Widiwardhono, CEO The Body Shop® Indonesia mengatakan isu kekerasan seksual itu penting untuk didorong. “Kami akan mengawal terus dengan semangat dan tekad perjuangan hingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual disahkan. Kami menaruh harapan kepada rekan-rekan media untuk mengawal pemberitaan ke publik dan meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kekerasan seksual,” jelasnya dalam rilis resmi.

Megawati Program Officer On Inequality International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), yang merupakan salah satu narasumber mengatakan pentingnya mendorong perluasan narasi tentang urgensi Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).

Sejak 2014, RUU P-KS sudah didorong sebagai produk hukum. Akan tetapi, RUU P-KS hingga hari ini belum juga disahkan. Padahal, berdasarkan hasil studi kuantitatif yang dilakukan oleh INFID tahun 2020, memperlihatkan bahwa 70,5% masyarakat Indonesia setuju diberlakukannya RUU P-KS karena RUU P-KS disusun berdasarkan pengalaman korban dan pendampingan korban. Keberadaaan RUU P-KS merupakan langkah maju yang tidak hanya bicara tentang tindak pidana terhadap pelaku, juga rehabilitasi bagi pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari. Hal lain yang tidak kalah pentingnya RUU ini memberikan perlindungan, penanganan dan pemulihan bagi korban, yang selama ini tidak diatur dalam UU yang telah ada.

“Saya sangat berharap pelatihan hari ini dapat memberikan penguatan kepada kawan- kawan jurnalis dalam mendorong RUU P-KS yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia. Media memiliki peran dan andil yang sangat besar bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Media sudah seharusnya berpihak kepada kelompok-kelompok minoritas, terutama korban kekerasan seksual agar mereka mendapatkan keadilan, perlindungan dan juga pemulihan sehingga korban dapat bangkit dan pulih kembali,” jelasnya.

Jurnalis dituntut lebih peka dan berempati pada korban, karena masih banyak pemberitaan yang menyudutkan korban. Uni Lubis – Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia mengatakan FJPI mendukung segera disahkannya RUU P-KS.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini