Massa dari Forum Jurnalis Medan (FJM) kembali melakukan aksi  unjuk rasa damai ke kantor Walikota Medan di Jalan Kapten Maulana Lubis, Rabu (21/4) siang. Ini adalah kali ke empat para jurnalis berunjuk rasa. Pada unjuk rasa sebelumnya jurnalis melakukan aksi damai dengan melakban mulut sebagai simbol protes pembungkaman terhadap kemerdekaan pers.

Aksi ini adalah buntut protes perintangan dan intimidasi kepada 2 jurnalis oleh oknum petugas pengamanan saat menunggu Walikota Medan Muhammad Bobby Afif Nasution di Balai Kota beberapa waktu lalu.

Kali ini, FJM tetap menggelar aksi teatrikal. Massa membawa payung hitam dan poster tanda protes. Massa juga melakukan aksi tabur bunga.

“Payung hitam dan tabur bunga adalah bentuk duka mendalam atas matinya demokrasi dan kebebasan pers di Kota Medan,” ungkap Donny Aditra, koordinator aksi.

Aksi ini kata Donny, adalah bentuk akumulasi kemarahan dari para jurnalis yang selama ini resah dengan arogansi tim pengamanan Walikota Medan. Selain yang menjadi korban di Balai Kota, para jurnalis lainnya kerap mendapat penghalangan saat melakukan peliputan kegiatan Walikota Medan.

“Perintangan tugas jurnalistik merupakan bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ungkap Donny.

Atas dugaan pelanggaran yang terjadi, tentu oknum pengamanan yang terlibat bisa saja dikenakan sanksi sesuai pasal 18  ayat 1 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yaitu “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (Lima ratus juta rupiah).”

Hingga unjuk rasa ke empat, massa FJM tetap menunggu iktikad baik dari Bobby Nasution selaku Walikota Medan. Massa tetap menuntut supaya Bobby melakukan permintaan maaf kepada seluruh jurnalis secara terbuka. Selain itu, Bobby juga diminta mengevaluasi sistem pengamanan, baik di Pemko Medan atau pun sekelilingnya.

“Bobby harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh anak buahnya. Ini evaluasi penting bagi Bobby sebagai Walikota Medan. Kami juga mengecam segala bentuk arogansi yang dilakukan oleh oknum pengamanan,” pungkasnya.

Unjuk rasa yang dilakukan hari ini belum juga membuahkan hasil. Bobby Nasution sampai saat ini belum juga menemui massa. Aksi yang dilakukan para jurnalis tetap mematuhi protokol kesehatan di tengah pandemik COVID-19. Massa tetap menjaga jarak dan memakai masker.

Kronologis Pengusiran Jurnalis

Dugaan intimidasi dan pengusiran kepada Rechtin Hani Ritonga (Harian Tribun Medan) dan Ilham Pradilla (Suarapakar.com), terjadi saat keduanya sedang menunggu untuk melakukan wawancara cegat (doorstop) kepada Walikota Medan, Muhammad Bobby Afif Nasution di Kantor Pemkot Medan, Rabu (14/4/2021) sore sekira pukul 16.30 WIB. Mereka ingin meminta tanggapan soal Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) staf administrasi di SMP yang ada di Kota Medan. Sejak Januari, uang itu tak kunjung dibayarkan kepada mereka.

Keduanya menunggu Walikota Medan di depan pintu masuk lobi depan Balai Kota. Selang beberapa saat menunggu, keduanya didatangi oleh oknum personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang mengatakan mereka tidak boleh mewawancarai Walikota Medan. Oknum personel Satpol PP itu juga mengatakan, untuk melakukan wawancara harus memiliki izin. Petugas Satpol PP itu juga berdalih jika itu adalah arahan dari Paspampres.

Massa dari FJM kembali berunjuk rasa di depan Pemko Medan, Rabu (21/4/2021). 

Karena berpikir berada di tempat umum kantor pelayanan publik dan tidak ada yang salah, setelah mendengar perkataan personel Satpol PP keduanya tetap menunggu di tempat tersebut untuk melakukan wawancara guna memenuhi kerja-kerja jurnalistiknya.

Sekira pukul 17.20 WIB, Hani dan Ilham mendekat ke pintu lobi karena mereka melihat ada tanda-tanda Walikota Medan akan turun keluar pintu. Namun di saat yang sama perintangan kembali dialami keduanya, bahkan berujung pengusiran.

Kali ini oknum Paspampres serta personel polisi mengusir mereka. Oknum Paspampres dan polisi juga mengatakan terkait soal izin wawancara.

Selain perkataan itu, saat bersamaan, Hani juga diintimidasi karena salah satu oknum Paspampres membentaknya untuk mematikan dan meminta menghapus rekaman percakapan mereka. Ilham juga diminta mematikan rekaman video dari telepon genggamnya. Hani dan Ilham memilih untuk meninggalkan lokasi sehingga berujung pada terhambatnya kerja jurnalistik keduanya. (jp/rel)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini