KETUA UMUM Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang juga seorang psikolog, dr Seger Handoyo mengatakan Wellbeing atau kesejahteraan psikologis di tempat kerja merupakan salah satu konsep penting untuk menunjukkan kesehatan mental karyawan di tempat kerja.
Ini diungkapkannya pada Diskusi Publik tentang Peluang dan Tantangan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Masyarakat Aceh yang digelar HIMPSI Provinsi Aceh, Rabu (25/10/2017) di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh.
HIMPSI menyoroti tentang kesejahteraan psikologis di tempat kerja ini sejalan dengan momen Hari Kesehatan Mental Se-Dunia yang diperingati pada 10 Oktober setiap tahunnya.
Menurut Seger Handoyo, Kesejahteraan psikologis ini seringkali kurang mendapat perhatian dari perusahaan, lembaga, atau instansi pemerintah maupun non pemerintah.
“World Health Organization (WHO) mencatat beberapa fakta penting bahwa bekerja adalah baik untuk kesehatan mental, tetapi lingkungan kerja yang buruk dapat menyebabkan persoalan kesehatan fisik dan mental. Kemudian, depresi dan kecemasan mempunyai dampak ekonomi yang bermakna,” ujar mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga (UNAIR) ini di depan 40 peserta diskusi publik yang hadir dari perwakilan instansi pemerintahan dan non pemerintahan.
Lanjutnya, upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan psikologis pekerja yaitu, meningkat hubungan sosial (kepedulian) antara atasan dengan bawahan atau pekerja dengan teman sekerjanya. Menurut dosen Fakultas Psikologi UNAIR ini lagi, jika dukungan sosial itu dibangun semakin kuat, maka akan terdekteksi pekerja yang memiliki masalah.
“WHO juga mencatat, berapa besar biaya akibat depresi dan kecemasan pada ekonomi yang menyebabkan kehilangan produktivitas. Kemudian pelecehan dan perundungan di tempat kerja adalah persoalan yang paling banyak dilaporkan dan yang berpengaruh besar pada kondisi tidak sehat mental karyawan,” ungkap Seger Handoyo.
Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Aceh menggelar Diskusi Publik tentang Peluang dan Tantangan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Masyarakat Aceh, selain menghadirkan Dr. Seger Handoyo sebagai pembicara, juga menghadirkan Dr Abdul Fatah, MPPM, Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Aceh. Diskusi ini dipandu moderator Haiyun Nisa M Psi.
Abdul Fatah memaparkan, prevalensi gangguan mental emosional usia 15 ke atas pada 2013 di Aceh sebesar, 6,6 persen. Sementara hasil Riskesda 2007-2013, prevalensi gangguan jiwa berat di Aceh yaitu sebesar 2,7 persen.
Rinci Abdul Fatah, Banda Aceh dengan prevalensi tertinggi yaitu sebesar 5,4 persen, disusul Bireuen 5,2 persen, Bener Meriah 5,1 persen, dan Aceh Barat Daya sebesar 4,7 persen.
“Kebijakan dan upaya strategi yang dilakukan Pemerintah Aceh yaitu antaranya, pendekatan keluarga dalam pencegahan dan pengendalian penyakit. Menguatkan surveilans, upaya pencegahan, monitoring, dan evaluasi. Serta perluas cakupan akses masyarakat terhadap program pencegahan dan pengendalian penyakit,” kata Abdul Fatah.
Katanya lagi, untuk menyelesaikan persoalan itu, juga dibutuhkan kerjasama dengan tenaga psikologis untuk memperkuat status kesehatan terutama kesehatan mental masyarakat, baik sebagai usaha preventif, kuratif, dan rehabilitatif. (Saniah/jp)