Oleh: Vanny Janggo
fjpindonesia.com – Seiring perkembangan zaman, kepunahan perahu tradisional Sentani semakin nampak di depan mata. Era moderenisasi, tuntutan ekonomi, tingkat mobilisasi manusia, dan barang menjadi faktor pemicu masyarakat mengunakan transportasi penyebarangan danau yang lebih praktis, efisien, terjangkau baik dari sisi waktu juga biaya.
Tanpa disadari hal-hal ini yang mengakibatkan pergeseran nilai-nilai dalam pola hidup suku Sentani di Papua, berdampak pada mulai terkikisnya nilai- nilai budaya yang tanpa disadari masyarakat, bahwa warisan budaya suku Sentani mulai punah seiring berjalanya waktu.
Sedangkan perahu tradisional masyarakat Sentani memilik makna filosofis yang dalam dan nilainya sangat tinggi jika di nilai dari berbagai dimensi seperti ideologi,politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan.
Jika dilihat dari ideologi politik dari dimensi yang sempit sebagai sarana dan prasarana, akomodasi, dan kepentingan politik dikaitkan dengan filosofi perahu Sentani secara fisik tanpa menggunakan seman (penyeimbang) sebagaimana perahu pada umumnya guna menjaga keseimbangan, sehingga secara politis menjadi karakteristik kuat orang Sentani mampu memainkan peran sebagai penggerak, juga menstabilkan dan dapat menyesuaikan diri, dalam mencapai tujuan organisasi.
Dalam dimensi sosial dan budaya, melatih pemuda di kampung untuk hidup bergotong royong bersama-sama ke hutan mencari kayu terbaik yang biasa digunakan untuk membuat perahu, kemudian dikerjakan bersama-sama diselingi dengan lantunan lagu-lagu pemberi semangat dalam bekerja dan ini memiliki seni tersendiri.
Selain sebagai alat transportasi masyarakat, perahu juga digunakan sebagai sarana penunjang perekonomian masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan nelayan, yang sejak dulu bagi tiap rumah memiliki perahu tersebut sehingga sangat menunjang perekonomian masyarakat namun sekarang perahu-perahu tradisional ini sudah jarang di miliki warga di tiap-tiap rumah.
Penggalangan pemuda-pemuda terbaik di kampung di masa itu, paling efektif dilakukan melalui pembuatan perahu, berkebun dan atau berburu (Ella), dimana generasi muda dilatih agar cakap dalam bekerja untuk kemasyuran nama kampung, mempertahankan nama besar kampung dan juga menjadi kekuatan kampung guna mempertahankan diri dari ancaman yang datang dari dalam maupun luar kampung, namun hal ini sudah jarang dilakukan di kampung-kampung di danau Sentani.
Papua begitu kaya akan nilai kearifan lokal khususnya di Sentani, namun jika kita tidak mempertahankan jati diri dan budaya kita, maka akan terjadi generasi tanpa budaya, yaitu generasi global yang tanpa sekat dan batasan, yang nantinya nilai-nilai kearifan lokal suku Sentani terkikis dan punah. (*)